SENAYAN – Sungguh aneh. Mega korupsi dan skandal pencucian uang triliunan berlangsung di kubu pemerintah, khususnya di Kementrian Keuangan, yaitu di direktorat pajak dan bea cukai. Menko Polhukham Prof. M. Mahfud MD datang ke DPR RI sebagai orang pemerintah, wakil penguasa. Sedangkan Komisi III – DPR RI adalah tempat berkumpul wakil rakyat, kepanjangan aspirasi rakyat.
Namun setelah melihat siaran langsung rapat dan uji fakta data di Komisi III DPR RI, segala puji pujian dan dukungan moral serta doa justru diberikan kepada Mahfud MD dan segala macam makian dan cacian dikirim untuk wakil rakyat. Itulah yang bisa kita baca di media sosial hari hari ini.
Penyebabnya adalah kejelasan pernyataan Mahfud MD yang mudah dimengerti awam, dan integritas menteri andalan Jokowi dalam memberikan paparan kasus yang sedang mereka tangani. Sedangkan politisi Senayan lebih nampak pamer kuasa, pamer kewenangan, arogan, jual aksi, bersiasat, potong pernyataan dan berkelit kelit cari selamat untuk diri sendiri dan partainya. Bukan untuk rakyat.
Dalam acara dengar pendapat itu, nampak nyata, Mahfud MD lah yang mewakili negara dan rakyat. Sementara politisi di Senayan mewakili diri sendiri dan partainya.
Maka, segala macam, produseral, pasal pasal perundangan dan ancaman yang ditujukan kepada Mahfud MD sebelumnya, dan juga kepada PPATK, mentah dan dikandaskan. Bahkan berhasil mengancam balik dan membuka aib, bahwa DPR RI sarang markus!
Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan mengenai polemik Rp 349 triliun pencucian uang yang terkait dengan Kementerian Keuangan. Mahfud juga hadir sebagai Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KKNP-TPPU).
Kali ini Mahfud MD ngegas tinggi, langsung menghajar wakil rakyat yang sebelumnya ngancam ngancam Kepala PPATK, dengan melakukan serangan balik. Tiga anggota DPR RI yang disodok nampak kelimpungan.
Bahkan Mahfud MD menyerang balik, dengan menuduh Arteria Dahlan menghalangi proses hukum dan bisa dipenjara, dimana sebelumnya dia teriak bahwa data temuan tidak untuk disebar ke publik.
“Jangan gertak gertak. Saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum, karena menghalang halangi penegakkan hukum. Sudah ada yang dihukum. Friedrich Yunadi, dihukum 7,5 tahun. Ya seperti saudara ini. Orang mau mengungkap dihantam, mau mengungkap dihantam. Friedrich Yunadi mau melindungi Setya Novanto kan? Lalu semua orang dilaporkan. Saya bilang ke KPK, itu menghalangi penyidikan. Menghalangi penegakkan hukum. Tangkap!” ungkapnya.
“Jangan main ancam ancam begitu. Kita ini sama, “ kata Mahfud MD.
Seperti guru pada muridnya, Mahfud menjelaskan bahwa selain PPATK yang melapor, BIN juga rutin mengirim informasi kepadanya, bukan hanya kepada Presiden. “Berani nggak saudara menayangan kepada Budi Gunawan, mengapa lapornya ke MenkoPolkam. Padahal dia bawahan Presiden?”
Mahfud langsung menohok Asrul Sani yang bicara tentang kewenangan mengumumkan temuan penyimpangan di Menkeu ke publik. Menurut Asrul Sani PPATK tidak berwenang mengumumkan. “Lho, tidak berwenang apa dilarang? Menurut hukum, sesuatu yang tidak dilarang boleh dilakukan. Setiap urusan boleh dilakukan sampai timbul yang melarang, “ Mahfud MD mengutip ayat yang biasa diajarkan di pesantren.
Mahfud menohok Benny K. Harman yang mempertanyakan pasalnya. “Wong boleh kok ditanya pasal? Saya izin, boleh nggak saya ke kamar mandi sekarang? Boleh! Mana pasalnya?. Kalau dilarang baru ada pasalnya. ” katanya, seraya menjelaskan dalilnya, dalam bahasa Latin, yang artinya “tidak ada satu kesalahan, tidak ada sesuatu yang dilarang, sampai ada undang undang yang melarang lebih dulu”.
Pucat pasi, Benny K Harman mengalihkan perhatian dengan melempar bola panas, menduga duga Mahfud MD hendak menyingkirkan DR Sri Mulyani. Seperti pendekar dewa mabok, politisi Partai Demokrat itu mencoba mengadu domba dua menteri andalan Jokowi itu.
“Saya dekat dengan Sri Mulyani. Dia hebat dan layak jadi menteri kelas dunia. Tapi dia tidak mendapat informasi sepenuhnya. Dan saya membantunya,” jawab Mahfud MD tegas.
Provokasi Benny K Harman gagal. Sama gagalnya ancaman Arteria Dahlan dan Asrul Sani, juga politisi Komisi III lainnya. Dan di media sosial menuai makian. ***
*Supriyanto Martosuwito*