Sengketa kepengurusan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat semakin menarik untuk disimak. Pasalnya, kepengurusan APKOMINDO versi SK MenkumHAM RI versus APKOMINDO versi Akta Notaris 4 halaman sudah memasuki babak akhir.
Perkara ini tinggal menunggu keputusan majelis hakim yang dipimpin Panji Surono, SH, MH selaku Hakim Ketua, serta Yusuf Pranowo, SH, MH dan Kadarisman Al Riskandar SH, MH, masing-masing sebagai hakim anggota, kemudian Edward Willy, SH, MH selaku panitera pengganti.
Jelang putusan perkara, hasilnya kian ditunggu banyak orang gara-gara pihak yang berperkara adalah Soegiharto Santoso alias Hoky yang berprofesi sebagai wartawan dan pengusaha, dan masih mahasiswa Fakultas Hukum semester 6, yang berani melawan pengacara kondang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH, MM dengan segudang prestasi dan pengalaman di bidang hukum.
Sebagai informasi, sebelumnya ada SK Dirjen AHU Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia yang dikantongi Hoky selaku Ketua Umum APKOMINDO sudah pernah memenangkan gugatan kepengursan APKOMINDO dari sekelompok orang yang tak berhenti menggugatnya hingga berkali-kali di PN JakTim dengan Perkara No. 479/PDT.G/2013/PN.JKT.TIM. Dan hingga saat ini kelompok ini masih melakukan upaya hukum Kasasi di MA atas perkara sejak tahun 2013 tersebut.
Kemudian di PN JakSel dengan perkara No: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL. yang diduga menggunakan dokumen palsu namun bisa menang hingga tingkat Kasasi di MA, termasuk sebelumnya menggugat di PTUN dengan perkara No: 195/G/2015/PTUN.JKT yang telah ditolak hingga tingkat Kasasi di MA.
Bahkan pihak lawan mampu melakukan kriminalisasi sehingga Hoky sempat ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul dan disidangkan hingga 2 kali dengan perkara No. 288/Pid.Sus/2016/PN.Btl serta perkara No: 03/Pid.Sus/2017/PN.Btl yang putusannya menyatakan Hoky tidak bersalah, termasuk upaya kasasi JPU Ansyori, S.H dari Kejagung RI telah ditolak oleh MA.
Bahwa sesungguhnya pihak lawan total telah ada 4 laporan polisi terhadap Hoky yaitu LP Nomor: 503/K/IV/2015/RESTRO JAKPUS, LP Nomor: LP/670/VI/2015/ Bareskrim Polri dan LP Nomor: LP/392/IV/2016/ Bareskrim Polri serta LP Nomor: LP/109/V/2017/SPKT, Polres Bantul.
Jika melihat perkara-perkara Apkomindo ini, sepertinya bisa saja masuk rekor MURI karena satu perkara sejak tahun 2013 saja belum selesai-selesai di MA dan berlanjut dengan perkara-perkara lainnya, dikarenakan diduga menggunakan dokumen palsu tetap bisa menang diberbagai peradilan di Indonesia.
Modus operandinya adalah sekelompok orang tersebut membuat akta organisasi di kantor notaris dengan dokumen seadanya. Seolah-olah telah ada Musyawarah Nasional Luar Biasa APKOMINDO di tahun 2015, lalu karena Ketua Umumnya Rudi Rusdiah mengundurkan diri, diduga mengetahui kondisi yang sebenarnya sangat beresiko, maka dibuat lagi akta no 35 tertanggal 27 Desember 2016, dimana akta tersebut hanya berisi 4 halaman saja. Dibanding akta notaris APKOMINDO yang sah versi SK Menkumham berjumlah 46 halaman lengkap dengan SK-SK hasil Munas-nya.
Isi akta notaris 4 halaman versi pengurus APKOMINDO ‘abal-abal’ tersebut (tidak ada peserta satupun DPD Apkomindo-nya dan tidak ada foto serta tidak ada dokumen munas) hanya menerangkan telah hadir seluruh pemegang saham dalam Perseroan untuk perubahan akta APKOMINDO.
Pada intinya isi akta tersebut saat dilakukan inzage hanya tertuliskan “Bahwa di Jakarta, pada tanggal 08-12-2016 telah diadakan rapat pertemuan anggota dari Asosiasi APKOMINDO, berkedudukan di Jakarta Pusat, yang Anggaran Dasarnya termuat dalam akta pendirian tertanggal 21-02-1992, Nomor 96, yang dibuat dihadapan, Anthony Djoenardi, SH, Notaris di Jakarta, dan terakhir diubah dengan akta tertanggal 24-06-2015 Nomor 55, yang dibuat dihadapan, Anne Djoenardi, SH, MBA, Notaris di Jakarta, yang kedua akta tersebut belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (untuk selanjutnya disebut Perseroan). Bahwa dalam rapat tersebut telah hadir seluruh pemegang saham dalam Perseroan.”
Kejadian ini diduga bisa menjadi satu-satunya di Indonesia ada organisasi masyarakat atau perkumpulan yang dilakukan perubahan dengan tata cara tak bedanya dengan mengurus perusahaan perseroan atau PT, akan tetapi tetap bisa dimenangkan oleh para majelis hakim dalam perkara No: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL. dan No: 235/PDT/2020/ PT.DKI. serta No: 430 K/PDT/2022.
Tak heran saat kantor hukum Otto Hasibuan selaku tergugat tiga menghadirkan ahli Prof. Dr. Abdul Rachmad Budiono SH, MH berasumsi bahwa isi akta tersebut yang menyebutkan ada kepemilikan saham merupakan akta perseroan. Hal itu disampaikannya untuk menjawab pertanyaan penggugat Soegiharto Santoso pada sidang sebelumnya.
Faktanya akta tersebut adalah untuk urusan kepengurusan organisasi APKOMINDO sebagaimana terungkap ketika pihak penggugat melaksanakan proses Inzage atau pengecekan alat bukti di PN Jakarta Pusat Rabu (12/4/2023) di hadapan Panitera Pengganti Edward Willy, SH., MH.
“Bagaimana mungkin Badan Hukum Perkumpulan yang sah berdasarkan SK Menkumham digugat oleh pihak mereka yang tidak punya legal standing sebagai pengurus organisasi APKOMINDO di PN Jaksel dan dengan menggunakan dokumen yang diduga palsu bisa menang?” tandas Hoky mempertanyakan.
Akta notaris 4 halaman tersebut, terang Hoky, tidak ada dokumen yang membuktikan keabsahan sebuah organisasi, karena harus ada pengurus dan harus ada dokumen Surat Keputusan Munas sebagaimana yang diatur dalam UU tentang Perkumpulan.
“Kami mengurus akta perubahan di notaris selalu diwajibkan melampirkan bukti dokumen Munas berupa Surat Keputusan Munas. Jika tidak ada dokumen tersebut notaris tidak akan melayani. Namun karena dokumen munas kita lengkap makanya Menkumham menerbitkan SK,” ungkapnya.
Persoalan hukum yang terus mendera kepengurusan APKOMINDO membuat Hoky selaku Ketum Apkomindo membuat aduan lisan kepada Kepala Biro Hukum dan Humas MA yaitu Dr. Sobandi, SH., MH yang diliput oleh sejumlah teman-teman wartawannya yang tergabung dalam Forum Wartawan Mahkamah Agung (FORWAMA) di ruang rapat Biro Hukum dan Humas MA, Rabu (12/4/2023).
Menanggapi aduan Ketum APKOMINDO terkait dugaan mafia hukum menjadikan ‘Law as a tool of crime’ atau hukum sebagai alat kejahatan pada perkara APKOMINDO, Kabiro Hukum dan Humas MA, Sobandi mengatakan, pihaknya sangat menghormati aduan yang disampaikan Hoky.
Pihaknya mendukung langkah hukum yang dipilih oleh Hoky. “Cara ini sudah tepat dan kami terbuka menerima aduan dari pihak manapun, termasuk kasus ini. Langkah hukum yang ditempuh Hoky saya dukung, namun tidak dapat melakukan intervensi kedalam proses persidangan,” kata Sobandi.
Pada hari yang sama atau beberapa jam sebelumnya, Hoky juga sempat terlebih dahulu menyampaikan aduan ke PN Jakarta Pusat. Hoky yang turut didampingi Ketum DPP SPRI Hence Mandagi dan sejumlah wartawan (FORWAMA), diterima Kepala Bagian Humas PN Jakarta Pusat, Dr. Zulkifli, SH., MH.
Menanggapi aduan Hoky dan aspirasi solidaritas wartawan atas persoalan hukum yang dihadapi Hoky melawan ‘mafia hukum’, Kabag Humas Zulkifli berjanji, laporan aduan tersebut akan diteruskan ke pimpinannya.
“Kita hanya bisa meneruskan aduan dan aspirasi ini. Namun ini tentunya tidak boleh mempengaruhi putusan majelis hakim,” ujar Zulkifli yang juga aktivis pencetus ‘Sidang Tepat Waktu’ saat menerima aduan di ruang rapat Humas, Rabu (12/4/2023).
Pada dua pengaduan di MA dan PN Jakarta Pusat, serta kesempatan inzage, Hoky memperlihatkan bukti tentang fakta jejak digital Hasil Munaslub APKOMINDO tanggal 02 Februari 2015 menghasilkan Ketua Umum Rudi Rusdiah, SekJend Rudy D. Muliadi, dan Bendahara Suharto Juwono.
Anehnya, ada keterangan berbeda pada bukti Surat Gugatan Perkara No. 633/Pdt.G/2018/ PN.JKT.Sel yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH dan rekan tentang Munas APKOMINDO, tanggal 02 Februari 2015 yang menghasilkan Ketua Umum Rudy D. Muliadi, SekJend Faaz Ismail, dan Bendahara Adnan.
Lebih aneh lagi ada pula bukti dokumen lainnya pada Eksepsi dan Jawaban Perkara No. 218/Pdt.G/2020/PN.JKT/PST yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM. dan rekan, bahwa Munaslub APKOMINDO tanggal 02 Februari 2015 yang terpilih adalah Ketua Umum Rudi Rusdiah, SekJend Rudy D. Muliadi dan Bendahara Ir. Kunarto Mintarno.
Ada tiga versi kepengurusan yang tertuang dalam keterangan tentang ketua umum, sekjen, dan bendahara terpilih hasil Munaslub APKOMINDO 2 Februari 2015 yang dibuat oleh kelompok APKOMINDO versi Akta Notaris 4 halaman.
Menanggapi hal tersebut Syamsul Bahri pengurus FORWAMA yang turut mendampingi Hoky mengaku heran ada dokumen berkas perkara tentang satu kejadian tapi hasilnya ada tiga versi.
“Menurut saya atas putusan para majelis hakim tersebut sangat mencederai marwah peradilan di Indonesia. Bagaimana mungkin hasil Munaslub sebuah organisasi yang tidak ada dukumen pendukungnya dan tidak sesuai fakta, bahkan direkayasa bisa dimenangkan di berbagai tingkat peradilan, peristiwa ini harus kita ungkap, agar marwah peradilan di Indonesia tetap terjaga dengan baik.” kata Syamsul.
Perkara APKOMINDO ini makin menarik karena, meski SK Menkumham RI tentang APKOMINDO telah dimenangkan Hoky dalam perkara di PTUN, PT TUN dan MA, namun masih saja ada gugatan terhadap APKOMINDO yang menggunakan dokumen diduga palsu, akan tetapi tetap bisa menang di tingkat PN Jakarta Selatan sampai ke tingkat kasasi di MA.
“Salah satu hakim agung yang memutus perkara APKOMINDO yakni Sudrajad Dimyati, SH., MH., bahkan telah ditangkap KPK atas kasus suap di perkara lain. Saya duga ada permainan oknum tersebut sehingga perkara APKOMINDO di MA patut dipertanyakan, termasuk saya juga telah membuat aduan ke KPK,” imbuhnya.
Dia juga menambahkan, untuk memastikan Otto Hasibuan terlibat atau mungkin hanya merupakan korban atas dugaan pemalsuan dokumen gugatan di PN JakSel, pihaknya sudah tiga kali menyurat kantor Otto Hasibuan bahkan Hoky telah hadir sendiri ke kantor Otto Hasibuan, namun tidak pernah dijawab.
Hoky yang pernah lolos dari upaya dikriminalisasi terkait APKOMINDO dan sempat ditahan selama 43 hari tersebut, bahkan sempat dikepung sederet gugatan serta laporan polisi, menyatakan tetap yakin dan percaya bahwa kebenaran pasti mengalahkan kejahatan dan ketidakadilan. ***