Kembali perselisihan menyangkut penggunaam nama dan logo PERADIN terjadi lagi. Kali ini di Jawa Timur. Tiba-tiba saja DPW Perkumpulan Advokat Indonesia Jawa Timur mengusik keberadaan BPW Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) Jawa Timur. Maka saling klaim pun terjadi, diiringi oleh argumentasi masing-masing.
PERADIN Persatuan tentu saja memiliki latar belakang kesejarahan yang sangat jauh berbeda dengan PERADIN Perkumpulan. Titik awal adannya PERADIN adalah ketika bernama Persatuan Advokat Indonesia, bukan nama lain. Pada 30 Agustus 1964 Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) dibentuk, yang tentu saja berada jauh di muka organisasi-organisasi lain yang menggunakan nama PERADIN. Bertolak dari sisi kesejarahan itu saja sangat terlihat betapa Persatuan Advokat Indonesia adalah pemegang tongkat awal PERADIN. Sementara organisasi-organisasi lain pembawa nama PERADIN justru baru muncul berpuluh tahun kemudian. Logika paling sehat: apakah yang asli lahir belakangan? Tentu saja tidak. Dalam hal apa pun, selalu yang meniru atau mendompleng lahirnya setelah yang asli. Maka dari sisi jejak sejarah pun terbuktikan Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) lah yang lebih awal lahir.
Lalu kita tengok dari sisi legalitas. Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) telah memiliki legalitas yang kuat, yaitu putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan nomor putusan No. 06 K//Pdt.HKI/2016 tanggal 26 Mei 2016 jo. Kemudian Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 27/Pdt.Sus-Merk/2015/PN NIAGAJKT.PST tertanggal 21 September 2015 putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Selain itu, diterbitkan pula oleh Penitera Mahkamah Agung RI, yaitu Surat Nomor: 09/PAN/HK.03/1/2018, tertanggal 04 Januari 2018. Legalitas yang kemudian dimiliki oleh Perkumpulan pastilah legalitas yang dibuat setelahnya dan itu pun memiliki potensi yang sangat kuat nuansa subyektivitasnya. Jadi, jika secara legalitas Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) telah kuat, argumen apa lagi yang mau dipakai oleh Perkumpulan untuk mencari eksistensi?
Di luar hal-hal historis dan legalitas, rasanya perlu juga dilihat satu sisi lain yang bersifat psikologis, yaitu self confidence atau kepercayaan diri. Membawa nama dan logo PERADIN bagi kalangan Perkumpulan rupanya mampu menaikkan kepercayaan diri, untuk tidak menyebut mereka “kurang percaya diri”. Rupanya mereka butuh tongkat untuk bisa berdiri dan berjalan, butuh tali untuk mereka mengaitkan diri agar bisa berada di atas. Mereka butuh itu, bukan dengan mengandalkan diri pada kemampuan masing-masing. Hal ini tentu saja sangat menyedihkan.
Sepantasnya Peradin ( Perkumpulan) melepaskan dgn sukarela / tdk perlu melalui jalur hukum ,yg jelas2 sdh di syahkan/ dimenangkan oleh pemilik nya yaitu Peradin ( Persatuan). Lepaskanlah hal yg bukan hak nya : nama Peradin, logo yg mirip/ hampir sama, lagu mars Peradin , ini agar tdk membingungkan masy umum ,masy pencari keadilan, juga tdk membuat kebingungan generasi muda yg ingin berprofesi sbg Advokat melalui Peradin . Sampai saat ini Peradin ( Perkumpulan) selalu menyatakan penggunaan nama tsb adalah syah dan merasa di zolimi oleh Peradin ( Persatuan), hentikanlah permainan ” playing victim” yg murahan dan memalukan tsb.
Perlu diingat, perselisihan pastilah bukan sesuatu yang sehat, malah akan mengganggu proses atau sistem penegakan hukum di Indonesia, mengingat bahwa yang berselisih adalah para penegak hukum. Semua harus disudahi secara gentlemen dan proporsional, dan semua harus mengembalikan concern awal, yaitu penegakan hukum.
Lalu bagaimana dengan konflik seputar nama dan logo PERADIN? Simple: baca ulang sejarah dan hormati legalitas hukum Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN). Adv.Dr.Muhamad Zarkasih, SH.,MH/ Advokat/ Pemerhati Sosbud dan hukum