Januari 11, 2025
IMG-20250111-WA0250

Tanggamus LIN-RI-com Sebagaimana beredar kabar diberbagai media Online di Kabupaten Tanggamus atas pengrusakan tanam tumbuh masyarakat adat marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan  atas areal tanah ulayat peninggalan leluhur mereka, berdasarkan fakta alam berupa maqom dan dokumen sebagai bukti petujuk bahkan dikuatkan atas beberapa putusan pengadilan negeri yang pernah bersangketa di areal Hak Guna Usaha (HGU) ex-PT Tanggamus Indah (TI) batal demi hukum di karenakan lahan atau tanah tersebut milik ulayat kewdanan belunguh berdasarkan petunjuk sertifikat tahun 1931.

Diketahui HGU ex-PT TI mengelola tanah seluas 900,60 hektar dengan masa limit  31 Desember 2020. Namun terdapat beberapa kontroversi terkait perpanjangan HGU ex-PT TI  masyarakat adat marga Buay Belunguh menolak perpanjangan karena tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat, selain itu ex-PT TI  juga diduga telah  menjual tanah HGU kepada masyarakat umum. hal ini sangat bertentangan dengan peraturan perundang undangan.

Namun belakangan ada sekelompok oknum yang dipimpin oleh SLH mengaku atas perintah oknum anggota DPRD Tanggamus dari partai Gerindra berinisial NVL  datang mencabut  menebang dan merusak anjungan atau gubuk bahkan membakarnya serta merampas dan mengusai lahan pertanian tersebut alih-alih mengantongi izin mengelola dari PT Tanggamus Indah.

Seiring waktu berjalan masyakat adat marga buay belunguh didampingi oleh Lembaga Investigasi Negara mengadukan kejadian perkara pengrusakan ke-Mapolda Lampung No
LP/B/428/IX/2024/SPKT/POLDA LAMPUNG. Berdasarkan berdasarkan surat yang  di keluarkan seprin penyelidikan Polda Lampung  No B/2043/XII/RES.1.8./2024/Ditreskrimum terdapat dua dugaan pelanggaran yakni Pasal 363 KUHP dan Pasal 170 KUHP.

Melihat sangkaan ini Azhari SH.MM selaku Ketua team pelaksana harian adat marga buay belunguh sekaligus ketua Perasatuan Advokad Indonesia (Persadin) Kabupaten Tanggamus menilai hal ini kasus yaang sangat serius karena dapat menimbulkan pertikaian di tengah masyarakat, maka pihaknya menilai sangkaan pasal lebih tepatnya ditarik dari akar permasalahan yakni perampasan hak dengan sanksi pidana Pasal 96 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perjanjian Kontrak Tanah ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 100.000.000.000 dan Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 900.000.000.

Selain itu Azhari juga menambahkan, oknum anggota DPRD ini juga diduga melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Rakya (DPR) Nomor 1 Tahun 2015 tentang kode etik DPR. Maka daripada itu pihaknya telah melakukan kordinasi terhadap pihak terkait hingga kepucuk pimpinan  pusat yang alhamdulillah telah mendapatkan signal atau respon ungkap Azhari. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *