November 25, 2024
IMG-20240819-WA0284

Jakarta – Bekas wartawan Kompas, dedengkot koruptor Hendry Ch Bangun, harus menelan karma pahit terhempas mengenaskan oleh organisasinya sendiri, Persatuan Wartawan Indonesia alias PWI. Sang maestro pengendali lembaga Dewan (pecundang) Pers – bersama Usman Kamsong di Kementerian Kominfo – selama bertahun-tahun itu terjungkal dari kursi empuk kepemimpinan puncak di organisasi wartawan PWI dengan cara yang sangat memalukan.

Kasus penggarongan uang rakyat telah mengguncang PWI selama tidak kurang dari 8 bulan terakhir. Dugaan kuat adanya penyelewengan dana hiba BUMN yang melibatkan bekas Ketua Umum Hendry Ch Bangun telah memaksa organisasi wartawan tertua di Indonesia ini melakukan penataan ulang kepengurusannya di tingkat pusat.

Untuk itu, PWI telah menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk memilih pemimpinnya yang baru. Ketua Umum yang terpilih nantinya ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap PWI. Peristiwa tragis yang menimpa Hendry Ch Bangun dan kroco mafianya (Sekjen Sayid Iskandarsyah, Wabendum Muhammad Ihsan, Direktur UMKM Sarief Hidayatullah) perlu dijadikan momentum bagi PWI melakukan reformasi internal secara menyeluruh.

Hendry Ch Bangun yang kini mendapatkan gelar baru sebagai dedengkot koruptor PWI itu pun akhirnya tersingkir ditendang keluar dari posisi Ketua Umum PWI. Melalui KLB PWI yang berlangsung pada 18-19 Agustus 2024 di Hotel Grand Paragon, Jakarta Barat, Zulmansyah Sekedang, Ketua PWI Riau 2 periode, terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PWI menggantikan Hendry Ch Bangun.

Ketua Panitia KLB PWI, wartawan senior Mara Sakti Siregar mengatakan bahwa KLB digelar sebagai respon atas desakan anggota PWI di seluruh Indonesia yang menginginkan pergantian Ketua Umum. “Para Anggota PWI di seluruh Indonesia mendesak dilakukannya penggatian Ketua Umum karena Hendry Ch Bangun dinilai telah melakukan pelanggaran berat yang mencemarkan nama baik organisasi wartawan tertua di Indonesia ini,” ungkap Mara Sakti Siregar.

Ini sejarah pahit dan menyakitkan bagi semua warga PWI. Pertama kali setelah 78 tahun usia PWI, ada seorang anggotanya yang sedang menjabat sebagai ketua umum diberhentikan secara penuh sebagai anggota. “Kita harus tegas dalam menjaga marwah organisasi, terutama integritas wartawan,” tambah Marah Sakti Siregar.

Sebagaimana telah tersebar luas di publik bahwa Hendry Ch Bangun diduga kuat terlibat dalam tindak pidana penggelapan atau penyalahgunaan serta korupsi dana hibah BUMN yang diperuntukan bagi kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI. Dana rakyat yang ditilep mencapai lebih dari Rp 1,7 miliar dari total Rp 6 miliar, yang disebutkan untuk cashback ke pejabat di Kementerian BUMN, namun telah dibantah oleh kementerian tersebut. Kasus ini telah dilaporkan oleh wartawan PWI, Edison Siahaan, bersama Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), HM Jusuf Rizal, ke Bareskrim Mabes Polri.

Kasus yang dikenal sebagai “PWI Gate” ini mendorong Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat yang diketuai oleh Sasongko Tedjo mengeluarkan surat pemberhentian keanggotaan PWI secara permanen terhadap Hendry Ch Bangun, dan oleh PWI Provinsi DKI Jakarta telah mencabut secara resmi keanggotaan yang bersangkutan. Selanjutnya, DK menunjuk Zulmansyah Sekedang sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PWI Pusat untuk mempersiapkan KLB PWI, yang kemudian memilihnya sebagai Ketua Umum PWI Pusat definitif.

Sementara itu Ketua Dewan Penasihat PWI, Ilham Bintang, menegaskan bahwa pihaknya menyesalkan perilaku Hendry Ch Bangun yang meskipun telah diberhentikan karena masalah cashback dana bantuan BUMN sebesar Rp 1,08 miliar, plus Rp 691 juta untuk kepentingan pribadi, ia masih menggunakan kop surat PWI Pusat dan menandatangani surat-menyurat. “Orang yang sudah dipecat keanggotaannya dari PWI tidak boleh lagi memakai kop dan dokumen PWI. Itu ilegal dan bisa terkena delik pidana,” tegas Ilham Bintang.

Ilham Bintang juga menambahkan bahwa Hendry Ch Bangun merasa masih berkuasa di PWI, bahkan mengklaim berhak memecat seluruh Dewan Kehormatan dan Dewan Penasihat serta menggantikannya dengan orang lain. “Mana bisa orang yang sudah dipecat oleh Dewan Kehormatan PWI punya hak mengatur dan bahkan memecat lagi pengurus PWI yang sah. Di dalam konstitusi PWI, lembaga yang berhak menjatuhkan sanksi hingga pemberhentian keanggotaan adalah Dewan Kehormatan. Pengetahuan elementer itu saja Hendry nggak paham,” ujar Ilham.

Sebagai mantan Ketua Dewan Kehormatan dua periode, Ilham Bintang menegaskan bahwa keputusan Dewan Kehormatan yang memberhentikan Hendry Ch Bangun dari keanggotaan PWI sah dan legal. “Keputusan ini diambil oleh Ketua Dewan Kehormatan yang namanya masih terdaftar di akte Ditjen AHU, serta Sekretaris Dewan Kehormatan yang resmi,” jelas Ilham sambil menambahkan bahwa PWI Provinsi DKI Jakarta, tempat keanggotaan dedengkot koruptor Hendry Ch Bangun terdaftar, juga telah mencabut keanggotaannya dari PWI Jaya.

“Dengan demikian, Hendry Ch Bangun hakekatnya sudah gugur dari keanggotaan sesuai AD/ART PWI dan tidak lagi memiliki nomor keanggotaan di PWI. Hendry Ch Bangun sudah tak memiliki nomor anggota PWI lagi, apalagi sebagai pengurus, dan KLB ini kembali mempertegas hal itu,” pungkas Bang IB sapaan Ilham Bintang.

Di lain pihak, Presiden LIRA Jusuf Rizal menyatakan puas atas pelaksanaan KLB PWI. Dirinya menyampaikan selamat atas terselenggaranya KLB dan terpilihnya Zulmansyah Sekedang sebagai Ketum PWI yang baru. “IJW sebagai organisasi yang hadir atas Pasal 17 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 berharap kepengurusan PWI Pusat yang baru lebih transparan dan akuntabel,” tegas Jusuf Rizal.

Menyimak perkembangan tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi inisiatif PWI melaksanakan KLB dan telah memilih Ketumnya yang baru. Tokoh pers nasional yang getol mempersoalkan penyelewengan dana rakyat yang dikorupsi dedengkot koruptor Hendry Ch Bangun dan kawan-kawannya itu mengharapkan perobahan total di tubuh PWI dalam menyikapi persoalan kewartawanan, jurnalisme. dan publikasi di negeri ini.

“Saya berharap Ketum PWI yang baru berserta seluruh jajarannya akan lebih proaktif dalam mengembangkan kemerdekaan pers dan lebih peduli terhadap persoalan yang dihadapi teman-teman pekerja pers, jangan lagi menjadi pihak yang justru menghambat perkembangan kemerdekaan pers dan demokrasi di negeri ini, apalagi sampai membiarkan pola-pola kriminalisasi wartawan oleh aparat sebagaimana terjadi selama ini. Ayo kita bergandengan tangan mengembangkan kemerdekaan pers yang merupakan soko guru kehidupan demokrasi di negara kita, dan berjuang bersama membela rekan-rekan wartawan dan pewarta warga dari kriminalisasi pers yang kerap dilakukan aparat hukum,” tutur Wilson Lalengke.

Kepada Hendry Ch Bangun dan kawan-kawannya, Wilson Lalengke, menghimbau agar segeralah bertobat selagi masih ada waktu. Dia menyarankan agar secepatnya menyerahkan diri ke polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Lebih cepat lebih baik, agar lebih cepat pula proses hukumnya. Hendry punya kesempatan yang sangat baik untuk memberikan contoh kepada masyarakat, terutama para wartawan dan pejabat penggarong uang rakyat, bagaimana menjadi warga negara yang baik yang taat hukum.

“Dana BUMN itu adalah uang rakyat, seluruh dananya adalah uang rakyat, bukan uang perusahaan swasta. Oleh karena itu, penggunaan uang rakyat yang tujuannya untuk memperkaya diri dan orang lain merupakan tindak pidana korupsi. Sama halnya dengan dana desa yang dipakai seenaknya oleh perangkat desa untuk kepentingan pribadi dan atau keluarganya atau orang lain, tindakan itu masuk delik korupsi dan mereka semua ditindak sesuai hukum yang berlaku. Malu dong terhadap para kades, mereka saja berani bertanggung jawab atas dana yang dikorupsi walau mungkin hanya berbilang puluhan juta saja, Hendry cs miliaran loh,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Namun begitu, Wilson Lalengke juga mengatakan bahwa ketika nanti Hendry cs sudah menyelesaikan kasus hukumnya, PPWI siap menampung mereka untuk dibina di organisasi pewarta warga ini agar menjadi pewarta yang jujur, bijaksana, dan lebih mendengarkan amanat penderitaan rakyat untuk kemudian berjuang bersama menyuarakan kepentingan warga masyarakat. “PPWI siap menjadi tempat bagi Hendry dan kawan-kawannya untuk berlatih menjadi pendengar suara rakyat, menjadi kontrol bagi penguasa, dan pembela kepentingan masyarakat melalui jurnalisme warga,” kata lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University dan Linkoping University itu. (APL/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *