Konflik antara Palestina dam Israel dimulai pada 2 November 1917. Saat itu, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menulis surat untuk tokoh komunitas Yahudi Inggris bernama Lionel Walter Rothschild. Surat berisi 67 kata itu mengikat pemerintah Inggris mendirikan rumah nasional untuk orang Yahudi di Palestina. Termasuk untuk memfasilitasi pencapaian tujuan tersebut. Inti surat yang dikenal dengan nama Deklarasi Balfour itu membuat Eropa menjanjikan gerakan Zionis pada negara dengan 90% diisi oleh penduduk asli Arab Palestina. Sejak itulah konflik berkepanjangan Palestina dan Israel terus berlangsung hingga saat ini.
Hari ini telah lebih dari sebulan konflik Palestina dan Israel terjadi, bahkan dengan tingkat konflik yang lebih dahsyat karena melibatkan persenjataan canggih, bukan hanya pasukan Israel melawak gerakan intifadah bersenjatan batu dan kayu dari masyarakat Palestina. Telah ribuan orang menjadi korban di kedua belah pihak. Bukan saja oleh sebab senjata konvensional, bahkan oleh senjata pembunuh paling kejam seperti bom fosfor yang dgunakan oleh Israel.
Konflik Palestina dan Israel kali ini kembali membuktikan kekejaman Israel yang tanpa batas terhadap para penduduk sipil Palestina. Mereka bahkan membom rumah sakit dan pemukiman sipil, seraya berteriak bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk ‘membalas tindakan terorisme kelompok Hammas’. Padahal seluruh dunia tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Hammas adalah akibat dari perbuatan Israel, bukan sebuah sebab dari Israel berbuat kekejaman. Sebuah kekejaman yang berlangsung puluhan tahun dan telah memberikan kesengsaraan warga Palestina, tanpa kepedulian dunia internasional.
Perang selama lebih dari sebulan ini mau tak mau telah melahirkan banyak kesan, termasuk di dalamnya adalah pergeseran persepsi atas Israel. Jika selama ini Isreal seolah berada di atas angin opini dunia – tentu saja atas usaha keras dan masif pencitraan oleh AS dan para sekutunya – maka saat ini opini tersebut telah terbelah dengan sangat hebat. Pemujaan dan pembenaran atas Israel yang selama ini seolah menguasai opini dunia seakan telah tercerai-berai; banyak yang berbalik menghujat Israel karena kekejaman yang dilakukannya terhadap warga Palestina. Hal ini tentu saja membuat AS dan para sekutunya menjadi panik, terlebih beberapa kelompok di sekitar Palestina, seperti Hizbullah, ikut pula memasuki medan peperangan melawan Israel. Sesuatu yang pasti tak diduga oleh AS.
Seluruh dunia memang harus mengutuk Israel. Bukan hanya atas nama agama atau ras, tetapi oleh karena nilai-nilai kemanusiaan yang telah dilanggar oleh Israel. Nilai kemanusiaan itu bersifat universal, melewati batas-batas geografi, agama mau pun ras. Itulah sebabnya gerakan pembelaan terhadap Palestina makin masif di seluruh dunia. Gerakan tersebut bahkan terjadi di jantung kota-kota besar dari negara-negara yang selama ini menjadi pembela utama Israel. Di New York, London juga Paris, ribuan orang turun ke jalan memekikkan dukungan terhadap Palestina. Ini sebuah pukulan telak bagi Israel dan – tentu saja – AS dan para sekutunya.
Lalu bagaimana dengan sikap Pemerintah RI dalam memandang konflik Palestina dan Israel? Secara tegas Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pernyataan nasional Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Amerika Serikat, yang secara umum mengajak semua negara untuk menghormati hak-hak kemanusiaan umat manusia, secara khusus bagi warga tertindas di Afghanistan dan Palestina. Dalam sambutannya pula Menlu RI menegaskan posisi Indonesia dalam hal konflik Palestina dan Israel, yaitu “Indonesia stands with Palestina”.
Ya, sudah saatnya semua umat manusia mengutuk Israel, menghujat segala tindak kejam mereka terhadap para warga Palestina. Cukup sudah Israel melakukan semua itu. Mata dan hati seluruh warga dunia harus dibuka untuk melihat sebuah fakta baru, bukan fakta semu yang selama ini digembar-gemborkan oleh Israel dan para sekutunya. Kebohongan harus dikalahkan oleh kebenaran. Kekejaman Israel harus segera dihentikan, entah oleh sebuah perdamaian atau pun oleh kekalahan perang atas Palestina. Inilah saatnya yang tepat, saat dimana warga dunia telah melihat dengan jelas mana teroris yang sebenarnya: Hammas atau Israel. Mana yang menuntut hak yang sejati: Palestina atau Israel.
Red”MUHAMAD ZARKASIH