Lamongan, 17-05-2025.
Dua proyek rabat beton yang bersumber dari Dana Desa tahun anggaran 2025 di Desa Sumurgenuk, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, kini menjadi sorotan. Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp305 juta, terdiri dari proyek pertama senilai Rp195 juta dengan volume 124,50 x 3,50 x 0,20 meter, dan proyek kedua senilai Rp110 juta dengan volume 70 x 3,50 x 0,20 meter.
Yang mencurigakan, kedua proyek tersebut dikerjakan di lokasi yang sama, dalam waktu yang nyaris bersamaan, dan dilaksanakan melalui mekanisme swakelola.
Pemecahan proyek secara administratif seperti ini menimbulkan kecurigaan adanya upaya sistematis untuk menghindari pengawasan teknis dari pihak terkait, Dalam skema swakelola Dana Desa, proyek bernilai di bawah Rp200 juta dapat dikerjakan langsung oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) desa tanpa perlu melibatkan konsultan perencana, pengawas independen, atau pendamping teknis tingkat kabupaten.
“Ini modus umum di desa-desa, proyek besar dipecah dua agar tetap di bawah ambang batas Rp200 juta, Tidak ada proses pengawasan ketat, spesifikasi bisa dimainkan,” ungkap Aris Gunawan, Ketua LSM FPSR.
Dampak dari lemahnya pengawasan mulai terlihat. Saat tim turun ke lapangan pada Jumat (16/5/2025), kondisi fisik rabat beton menunjukkan kerusakan dini. Retakan membujur dan menyilang tampak jelas di sejumlah titik. Padahal, proyek ini belum berusia dua bulan sejak penyelesaiannya.
Menurut kajian teknis konstruksi, keretakan pada beton bisa disebabkan berbagai faktor, mulai dari mutu material yang rendah, takaran campuran yang tidak sesuai standar (terlalu banyak air, kurang semen), pengerjaan tanpa alat pemadat yang memadai, hingga minimnya perawatan (curing) pasca pengecoran. Retak juga sangat mungkin terjadi bila tidak ada tulangan logam seperti wiremesh yang berfungsi menahan gaya tarik dan tekanan.
Kepala Desa Sumurgenuk tidak berada di kantor desa saat hendak dimintai konfirmasi. Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari pihak pemerintah desa terkait dugaan manipulasi administratif dan kerusakan fisik bangunan.
Red”