Klaten | Proses penanganan dugaan pelanggaran etik yang menjerat Anggota DPRD Klaten dari Partai Golkar, H. Triyono, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, tim kuasa hukum pengadu, Gatot Handoko, menyuarakan kekecewaan terhadap Badan Kehormatan (BK) DPRD Klaten yang dinilai tidak transparan dan terkesan mengabaikan proses hukum yang telah diajukan.
> “Kami sudah ajukan saksi-saksi sejak 15 April lalu, namun hingga sekarang tidak ada satupun yang dipanggil oleh BK. Padahal kami diberi ruang untuk itu dalam pertemuan sebelumnya,” tegas Subandi, kuasa hukum Gatot Handoko, dalam keterangannya kepada media, Rabu (24/4).
Menurut Subandi, ketidaktertiban BK dalam memproses keterangan saksi merupakan bentuk pelanggaran prosedural yang berpotensi merusak kredibilitas lembaga tersebut. Padahal, Pasal 27 Peraturan DPRD Klaten Nomor 3 Tahun 2018 menyebut bahwa keterangan saksi merupakan bukti utama dalam sidang etik.
> “Saksi adalah alat bukti vital yang harus dihormati. Mereka bisa memberikan keterangan di bawah sumpah, dan itu merupakan dasar pencarian kebenaran materiil,” ujar Subandi.
Lebih jauh, Subandi menyebutkan kekhawatiran adanya conflict of interest dalam proses penanganan kasus ini. Pasalnya, pihak teradu yakni H. Triyono merupakan bagian dari struktur BK DPRD Klaten itu sendiri.
> “Jika saksi kami tidak diperiksa, maka patut dipertanyakan objektivitas dan netralitas BK. Kami khawatir ini bukan sekadar kelalaian, tapi ada intervensi atau upaya melindungi sesama anggota dewan,” imbuhnya.
Subandi mengingatkan bahwa keputusan BK DPRD Klaten tidak boleh hanya berdasarkan formalitas administratif, melainkan harus berpijak pada asas-asas etik dan moral yang tinggi.
> “Ada empat dasar pertimbangan dalam keputusan BK: asas kepatutan, moral dan etika; fakta dalam sidang; fakta dalam pembelaan; dan ketentuan kode etik. Yang utama tentu adalah etika. Jangan sampai BK justru mengkhianati prinsip moral yang harusnya mereka jaga,” tegas Subandi.
Dalam rangka memperjuangkan keadilan, tim hukum Gatot Handoko juga telah menyurati sejumlah pihak, termasuk DPD Partai Golkar baik di tingkat provinsi Jawa Tengah maupun tingkat kabupaten. Selain itu, mereka juga telah menjalin komunikasi dengan Ombudsman Republik Indonesia yang kini mulai memantau kasus ini secara serius.
> “Kami tidak akan berhenti sampai pengadu mendapat keadilan. Kami percaya publik mendambakan proses yang bersih, terbuka, dan berintegritas,” pungkas Subandi.
Hingga berita ini diturunkan, BK DPRD Klaten belum memberikan keterangan resmi terkait belum dipanggilnya saksi-saksi dari pihak pengadu. Publik kini menanti: akankah BK DPRD Klaten menunjukkan keberpihakannya pada kebenaran—atau justru membiarkan etika tersandera kepentingan politik internal?
Red”