Si, Babi Sedang Trending,

0
23

_Oleh: Wilson Lalengke_

Jakarta – Hari-hari ini kata babi jadi trending topic di berbagai platform media massa, terutama media sosial. Meminjam istilah para politisi: si babi sedang jadi media darling. Para artis bilang, babi sedang naik daun.

Pro-kontra tentang babi terjadi gegara kiriman kepala babi ke Redaksi Tempo baru-baru ini. Paket misterius tanpa identitas pengirim yang ditujukan kepada seorang wartawati media Tempo itu tak pelak menimbulkan tanda tanya. Apa gerangan maksud pengirim kepala babi ke Tempo? Siapa pihak yang bertanggung jawab atas pengiriman paket haram tersebut? Mengapa pengirim nekad mengirim kepala babi ke media yang terkenal vokal dan selalu tampil dengan sejumlah kejutan itu? Dan banyak lagi pertanyaan ikutan yang antri minta dijawab.

Terlepas dari segala kontroversi dan berbagai tanda tanya yang berkembang, berikut nukilan catatan singkat tentang babi, khususnya kepala babi. Mungkin dengan melihat kepala babi dari kacamata berbeda, akan sedikit meredakan ketegangan antara si babi dengan wartawan Tempo.

Kepala babi seringkali dikaitkan dengan simbolisme dan makna yang berbeda-beda di berbagai komunitas budaya. Di beberapa negara, kepala babi dianggap sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran. Sementara itu, di tempat lain, ia dianggap sebagai simbol keburukan dan kesialan.

Di Eropa, terutama di Jerman dan Austria, kepala babi dianggap sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran. Pada malam tahun baru, misalnya, banyak orang Jerman dan Austria yang menyajikan hidangan kepala babi sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran di tahun mendatang.

Hal serupa juga berlaku di Bali. Dalam kebudayaan Bali, babi dianggap sebagai simbol kemakmuran dan keberuntungan. Babi juga dianggap sebagai hewan yang dapat membawa kebahagiaan dan keselamatan. Babi seringkali digunakan dalam upacara keagamaan Hindu di Bali, seperti upacara Galungan dan Kuningan. Babi dianggap sebagai persembahan kepada dewa-dewa dan sebagai simbol syukuran serta terima kasih.

Sebaliknya, di beberapa negara Asia, seperti Cina dan Vietnam, kepala babi dianggap sebagai simbol keburukan dan kesialan. Dalam budaya Cina, kepala babi dianggap sebagai hewan yang kotor dan menjijikan, sehingga kepala babi tidak pernah disajikan sebagai hidangan. Oleh otoritas di China, kepala babi bahkan dituding sebagai asal mula wabah Covid-19 lalu.

Di Indonesia, kepala babi memiliki makna yang berbeda-beda di masing-masing suku dan komunitas masyarakat. Di Sulawesi Utara, misalnya, kepala babi dianggap sebagai hidangan istimewa dan disajikan pada acara-acara adat. Di Indonesia bagian timur, seperti Maluku dan Papua, juga Nusa Tenggara Timur, babi merupakan hewan peliharaan utama dan harganya cukup mahal. Pesta tanpa panganan dari daging babi akan dianggap bukan pesta.

Berbeda halnya di Indonesia bagian barat seperti Jawa dan Sumatera, kepala babi dianggap sebagai hidangan yang tidak biasa dan tidak disukai. Hal itu terutama karena terkait dogma agama, baik Islam maupun sebagian penganut Kristen, yang menganggap daging babi adalah haram untuk dimakan. Kalangan medis lebih sering menggunakan alasan babi mengandung cacing pita untuk menolak makanan dari daging babi.

Di dunia hiburan, kepala babi seringkali digunakan untuk menggambarkan karakter yang lucu dan menghibur. Dalam banyak film animasi, babi seringkali digambarkan sebagai karakter lucu dan gemoy, namun cerdas dan berani.

Menarik, usulan Hasan Hasbi terkait kepala babi yang dikirim ke Tempo. “Yaa sudah, dimasak saja!” Demikian kata dia menambah keriuhan soal kasus ini.

Jika saja Tempo berminat mengimbangi respon nyeleneh Hasbi tersebut, mungkin ada baiknya sang wartawan penerima paket kepala babi mengikuti saran juru bicara istana itu. Ayo kita masak kepala babi, dan kirim ke istana sebagai menu buka puasa bagi yang minta dimasakkan kepala babi. (*)

_Penulis adalah peminat kiriman paket kepala babi_

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini