Mengakhiri tahun lalu, Polri harus ditempa oleh beberapa kejadian yang sungguh mencoreng nama baiknya, akibat ulah beberapa oknum yang bertindak di luar kewajaran dan bahkan sangat melanggar aturan. Tercatat misalnya ada kasus penembakan oleh seorang anggota polisi terhadap temannya yang juga sesama anggota Polres Solok Selatan, Sumatera Barat. Lalu ada juga kasus besar, yaitu penembakan oleh seorang anggota Polrestabes Semarang terhadap seorang siswa sekolah menengah atas, yang menewaskan siswa tersebut. Kasus-kasus tersebut menjadi catatan kelam Polri di tahun 2024 lalu.
Sementara itu mengawali tahun 2025, muncul kasus yang sangat mengejutkan, yaitu tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian terhadap beberapa penonton acara Djakarta Warehouse Project, yang berlangsung di Jakarta International Expo, 13 hingga 15 desember 2024. Kasus pemerasan itu mencuat di awal tahun 2025, setelah beberapa penonton DWP yang berasal dari Malaysia memposting kasus itu di media sosial mereka. Total ada uamg sejumlah 2,5 milyar yang didapat dari hasil pemerasan itu. Ulah buruk itu sendiri melibatkan 18 orang anggota kepolisian dari mulai tingklat polsek hingga polda, dengan jenjang kepangkatan mulai bintara hingga perwira menengah.
Semua kasus tersebut di atas memang telah ditangani oleh Polri secara baik, dengan menghukum para oknum yang terlibat. Pada kasus penembakan sesama anggota polisi di Solok, tersangkanya telah ditahan, demikian juga dengan kasus penembakan siswa di Semarang, tersangkanya pun telah ditahan. Sementara itu untuk kasus pemerasan terhadap penonton DWP, telah pula mulai dilakukan tindakan hukum terhadap para tersangkanya. Ada yang harus menerima hukuman atau sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH), ada pula yang menerima sanksi demosi selama 8 tahun.
Pada semua kasus di atas terlihat betapa Polri telah dengan sigap dan transparan menanganinya, memberikan hukuman kepada para pelakunya. Ada indikasi yang sangat kuat bahwa Polri saat ini makin banyak berbenah secara internal, dengan tidak lagi memandang bulu atau mentolerir setiap kesalahan yang dibuat oleh para anggotanya. Ini sebuah gejala yang baik tentu saja. Namun apakah kita merasa gembira atas semua gerak antisipatif Polri itu? Di satu sisi ya, di sisi lain tidak. Bagaimana pun, semua kejadian yang disebut di atas itu sangat memalukan dan benar-benar mencoreng wajah kepolisian, yang di dalam beberapa tahun ini dengan susah payah dibangun kesan baiknya. Semua kejadian tersebut tiba-tiba saja seperti meruntuhkan tiang-tiang citra baik dan kepercayaan yang dibangun oleh Polri.
Menurut catatan, secara umum telah terjadi setidaknya 35 kasus extra-judicial killing yang dilakukan oleh anggota Polri pada periode Juli 2023 hingga Juni 2024. Belum lagi kasus-kasus berjenis lain. Akibatnya, dari hal itu muncullah sentiment negative masyarakat terhadap institusi Polri. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam acara rilis akhir tahun di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, 31 Desember 2024 lalu, mengungkapkan bahwa kinerja Polri sepanjang 2024 didominasi sentimen negatif di media sosial. Dari 7.128.944 interaksi yang tercatat, sebanyak 46 persen atau 3.311.485 interaksi bernada negatif. Sementara sentimen positif hanya mencapai 37 persen atau 2.569.975 interaksi, sedangkan netral berada di angka 18 persen. Angka yang diungkapkan oleh Kapolri ini tentu saja sangat menyedihkan dan cukup mengagetkan. Meski Kapolri menegaskan pentingnya evaluasi, data sentimen negatif yang dominan menunjukkan tantangan serius bagi Polri. Kepercayaan publik terus tergerus, terutama ketika oknum anggota terlibat dalam kasus yang merugikan masyarakat. Sementara itu dari sisi sanksi, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, sepanjang 2024, pihaknya telah memutus 4.572 perkara pelanggaran kode etik profesi Polri. Dari semua perkara itu, sebanyak 414 personel dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dan 525 personel disanksi demosi. Kemudian, sebanyak 127 personel dihukum penundaan pangkat, 98 personel penundaan pendidikan, 325 anggota disanksi pembinaan, serta 3.083 putusan lainnya.
Sekali lagi, angka-angka tersebut pada akhirnya menjadi sebuah tantangan besar bagi pihak Polri untuk lebih banyak lagi membenahi diri, baik dari sisi karakter dan moralitas personal para anggota, mau pun dari sisi disiplin dan ketegasan penegakan hukum. Pembenahan besar-besaran dan komprehensif harus segera dilakukan, tidak bisa lagi menunggu terlalu lama. Jika pembenahan itu berakibat kepada pergeseran (mutasi) atau positioning maka rasanya itu sah saja untuk dilakukan. Jika sebuah mesin sudah terganggu secara pergerakan atau kekuatan, maka bisa saja terjadi pergantian atas onderdil, bukan hanya mengganti baut atau elemen-elemen kecil lain, yang justru tak memberikan pengaruh besar terhadap terjadinya perubahan. Polri harus berbenah diri secara menyeluruh dari sgl sisi ,dari sgl level dan bidang nya agar tdk ditinggalkan oleh rakyat/ bangsa NKRI tercinta. Adv.Dr.Muhamad Zarkasih, “POLRI YANG LALU DAN DI MASA DEPAN”
Mengakhiri tahun lalu, Polri harus ditempa oleh beberapa kejadian yang sungguh mencoreng nama baiknya, akibat ulah beberapa oknum yang bertindak di luar kewajaran dan bahkan sangat melanggar aturan. Tercatat misalnya ada kasus penembakan oleh seorang anggota polisi terhadap temannya yang juga sesama anggota Polres Solok Selatan, Sumatera Barat. Lalu ada juga kasus besar, yaitu penembakan oleh seorang anggota Polrestabes Semarang terhadap seorang siswa sekolah menengah atas, yang menewaskan siswa tersebut. Kasus-kasus tersebut menjadi catatan kelam Polri di tahun 2024 lalu.
Sementara itu mengawali tahun 2025, muncul kasus yang sangat mengejutkan, yaitu tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian terhadap beberapa penonton acara Djakarta Warehouse Project, yang berlangsung di Jakarta International Expo, 13 hingga 15 desember 2024. Kasus pemerasan itu mencuat di awal tahun 2025, setelah beberapa penonton DWP yang berasal dari Malaysia memposting kasus itu di media sosial mereka. Total ada uamg sejumlah 2,5 milyar yang didapat dari hasil pemerasan itu. Ulah buruk itu sendiri melibatkan 18 orang anggota kepolisian dari mulai tingklat polsek hingga polda, dengan jenjang kepangkatan mulai bintara hingga perwira menengah.
Semua kasus tersebut di atas memang telah ditangani oleh Polri secara baik, dengan menghukum para oknum yang terlibat. Pada kasus penembakan sesama anggota polisi di Solok, tersangkanya telah ditahan, demikian juga dengan kasus penembakan siswa di Semarang, tersangkanya pun telah ditahan. Sementara itu untuk kasus pemerasan terhadap penonton DWP, telah pula mulai dilakukan tindakan hukum terhadap para tersangkanya. Ada yang harus menerima hukuman atau sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH), ada pula yang menerima sanksi demosi selama 8 tahun.
Pada semua kasus di atas terlihat betapa Polri telah dengan sigap dan transparan menanganinya, memberikan hukuman kepada para pelakunya. Ada indikasi yang sangat kuat bahwa Polri saat ini makin banyak berbenah secara internal, dengan tidak lagi memandang bulu atau mentolerir setiap kesalahan yang dibuat oleh para anggotanya. Ini sebuah gejala yang baik tentu saja. Namun apakah kita merasa gembira atas semua gerak antisipatif Polri itu? Di satu sisi ya, di sisi lain tidak. Bagaimana pun, semua kejadian yang disebut di atas itu sangat memalukan dan benar-benar mencoreng wajah kepolisian, yang di dalam beberapa tahun ini dengan susah payah dibangun kesan baiknya. Semua kejadian tersebut tiba-tiba saja seperti meruntuhkan tiang-tiang citra baik dan kepercayaan yang dibangun oleh Polri.
Menurut catatan, secara umum telah terjadi setidaknya 35 kasus extra-judicial killing yang dilakukan oleh anggota Polri pada periode Juli 2023 hingga Juni 2024. Belum lagi kasus-kasus berjenis lain. Akibatnya, dari hal itu muncullah sentiment negative masyarakat terhadap institusi Polri. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam acara rilis akhir tahun di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, 31 Desember 2024 lalu, mengungkapkan bahwa kinerja Polri sepanjang 2024 didominasi sentimen negatif di media sosial. Dari 7.128.944 interaksi yang tercatat, sebanyak 46 persen atau 3.311.485 interaksi bernada negatif. Sementara sentimen positif hanya mencapai 37 persen atau 2.569.975 interaksi, sedangkan netral berada di angka 18 persen. Angka yang diungkapkan oleh Kapolri ini tentu saja sangat menyedihkan dan cukup mengagetkan. Meski Kapolri menegaskan pentingnya evaluasi, data sentimen negatif yang dominan menunjukkan tantangan serius bagi Polri. Kepercayaan publik terus tergerus, terutama ketika oknum anggota terlibat dalam kasus yang merugikan masyarakat. Sementara itu dari sisi sanksi, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, sepanjang 2024, pihaknya telah memutus 4.572 perkara pelanggaran kode etik profesi Polri. Dari semua perkara itu, sebanyak 414 personel dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dan 525 personel disanksi demosi. Kemudian, sebanyak 127 personel dihukum penundaan pangkat, 98 personel penundaan pendidikan, 325 anggota disanksi pembinaan, serta 3.083 putusan lainnya.
Sekali lagi, angka-angka tersebut pada akhirnya menjadi sebuah tantangan besar bagi pihak Polri untuk lebih banyak lagi membenahi diri, baik dari sisi karakter dan moralitas personal para anggota, mau pun dari sisi disiplin dan ketegasan penegakan hukum. Pembenahan besar-besaran dan komprehensif harus segera dilakukan, tidak bisa lagi menunggu terlalu lama. Jika pembenahan itu berakibat kepada pergeseran (mutasi) atau positioning maka rasanya itu sah saja untuk dilakukan. Jika sebuah mesin sudah terganggu secara pergerakan atau kekuatan, maka bisa saja terjadi pergantian atas onderdil, bukan hanya mengganti baut atau elemen-elemen kecil lain, yang justru tak memberikan pengaruh besar terhadap terjadinya perubahan. Polri harus berbenah diri secara menyeluruh dari sgl sisi ,dari sgl level dan bidang nya agar tdk ditinggalkan oleh rakyat/ bangsa NKRI tercinta. KBP (P) Adv.Dr.Muhamad Zarkasih, SH.,MH.,MSi / Pengacara/ pemerhati sospol dan hukum
BERSAMBUNG”