Kampung Timur ” Ditengah2 situasi politik lampung timur sedang kacau balau,petugas p2TL malah menambah kekisruhan dan kegaduhan di kalangan masyarakat. 08 – 09 – 2024.
Pasalnya pasangan suami istri lansia di Dusun V, Desa Sukaraja Tiga, Kecamatan Marga Tiga, harus merogoh kocek hingga Rp4 juta setelah terkena denda oleh petugas Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PLN.
Panut dan Sumati, yang hidup serba pas-pasan, dipaksa membayar denda tersebut akibat pelanggaran golongan IV (P-IV), di mana alat pengukur listrik yang mereka gunakan dinyatakan tidak terdaftar atas nama mereka.
Kisah ini berawal dari keputusan Panut beberapa tahun lalu untuk menurunkan daya listrik dari 1300 watt menjadi 900 watt, setelah merasa tagihan listriknya terlalu tinggi. Dalam proses penurunan daya tersebut, Panut menggunakan jasa pihak ketiga yang dikenal sebagai “joki” untuk mempermudah urusannya.
Namun, beberapa hari lalu, KWH meter yang mereka gunakan mengalami masalah—token listrik tidak bisa diisi. Setelah berkonsultasi dengan seorang kenalan bernama Hendra, petugas PLN pun datang dan menyarankan penggantian KWH karena ID-nya diblokir.
Tak lama berselang, petugas PLN dan aparat kembali datang, kali ini untuk melakukan operasi penertiban listrik (OPAL). Panut terkejut saat mengetahui bahwa mereka dianggap melakukan pelanggaran karena KWH meter tersebut bukan terdaftar atas nama mereka, melainkan atas nama orang lain yang bernama Komang.
“P2TL bilang itu punya orang lain, punya Komang, bukan atas nama kami. Dahulu kala, memang Komang dan satu temannya yang memasangkan KWH Meter,” ujar Panut pada Minggu, 8 September 2024.
Pada Selasa, 3 September 2024, petugas P2TL memutus aliran listrik rumah Panut dan membawa KWH meter yang belum lama diganti. Mereka juga mengajukan denda sebesar Rp8,2 juta, namun kemudian dikurangi menjadi Rp4,1 juta setelah diberikan “keringanan”. Denda tersebut terpaksa dibayar Panut dengan meminjam uang dari saudara, namun tanpa diberikan kwitansi atau tanda bukti pembayaran yang sah.
“Saat ini, listrik di rumah kami sementara di loss stroom oleh pegawai P2TL, tapi kalau dalam 14 hari kami belum mendaftar pemasangan baru, listrik akan dicabut,” kata Panut yang juga menyampaikan bahwa istrinya sempat drop akibat stres menghadapi situasi ini.
Sekretaris Jenderal LSM Majas, Tobi, menilai PLN seharusnya lebih humanis dalam melakukan razia. Menurutnya, banyak warga di Kecamatan Marga Tiga yang adalah petani dan buruh dengan pemahaman terbatas mengenai aturan listrik, sehingga mereka sering kali merasa terintimidasi ketika dihadapkan pada sanksi mendadak seperti ini.
“Kami akan mempelajari dan berkomunikasi dengan pihak PLN mengenai prosedur yang dilakukan. Hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Edukasi kepada masyarakat sangat penting agar mereka tidak merasa terintimidasi. Listrik adalah kebutuhan pokok, jadi harus ada pendekatan yang lebih bijak,” ujar Tobi.
Dengan laporan kasus seperti ini, Tobi berharap PLN bisa menemukan langkah terbaik dalam menangani pelanggaran KWH agar tidak lagi membuat warga terpukul, baik secara finansial maupun mental.
Red”(TIM)