Jakarta – Setelah viral pemberitaan tentang penanganan kasus pengeroyokan wartawan Sopyanto yang mandek di Polres Lampung Timur, Polda Lampung serta-merta meresponnya dengan me-release berita tandingan (counter opinion). Dalam pernyataan pers melalui Kabid Humasnya, Polda Lampung mengatakan bahwa penanganan kasus tersebut terus berlanjut sesuai prosedur hukum yang berlaku dan telah menetapkan 1 tersangka.
“Kami sampaikan untuk perkembangan laporan tersebut sudah penetapan tersangka dan tahap 1 sejak 7 Maret 2024,” ujar Kabid Humas, Kombespol Umi Fadhilah Astutik, Rabu (22/5/2024).
Berita terkait di sini: Kasus Pengeroyokan Wartawan di Lampung Timur Dipastikan Terus Bergulir, Perkara Tetapkan 1 Tersangka (https://www.mabesnews.com/kasus-pengeroyokan-wartawan-di-lampung-timur-dipastikan-terus-bergulir-perkara-tetapkan-1-tersangka/)
Umi juga menambahkan bahwa pihak polisi telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada korban, Sopyanto. “Kami sudah memberikan SP2HP ke pelapor dan melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi-saksi, dan saksi ahli,” tambah Umi Fadhilah sambil mengatakan bahwa kepolisian membutuhkan waktu, guna mengungkap secara pasti suatu laporan maupun informasi yang diterima kepolisian.
Menanggapi keterangan dari Polda Lampung tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, menyatakan sangat prihatin mendengar pernyataan aparat di Polda Lampung itu yang dinilainya menyebarkan berita bohong. Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini bahkan sempat mengirimkan pesan WhatsApp ke nomor kontak Kabid Humas Polda Lampung, Kombespol Umi Fadhilah Astutik, untuk mengingatkan yang bersangkutan agar tidak melakukan pembohongan publik.
“Ibu Umi Fadhilah Yang baik, jangan melakukan pembohongan publik yaa, repot memang kalau polisi tidak jujur sejak dari kandungan, selamanya akan diikuti dengan kebiasaan berbohong dan berbohong. Memalukan!” tulis Wilson Lalengke dalam pesannya kepada penanggung jawab bagian kehumasan Polda Lampung tersebut, Rabu, 22 Mei 2024.
Menurut korban kriminalisasi Polres Lampung Timur 2 tahun 2022 lalu ini, beberapa informasi dusta alias hoaks yang disebarkan Polda Lampung terkait penanganan kasus pengeroyokan wartawan Sopyanto antara lain, pertama, korban yang adalah Ketua DPC PPWI Lampung Timur tidak menerima SP2HP sejak Maret 2024. Bung Fyan, demikian dia akrab disapa, menerima SP2HP terakhir pada tanggal 5 Februari 2024, itupun diberikan setelah polisi didesak terus-menerus untuk memberikan SP2HP tersebut, dan belum ada keterangan terkait penetapan tersangka.
Kedua, polisi di Polres Lampung Timur sebenarnya tidak bekerja serius menangani kasus ini. Jika mereka benar-benar bekerja dengan serius, kasus ini sudah lama tuntas. “Wong kasus pencurian hape saja hanya butuh waktu 1 jam bagi polisi untuk menangkap pelakunya? Ini pengeroyokan yang mengancam jiwa manusia Indonesia, bisa bertahun penanganannya, hellooooww Ibu Umi Fadhilah, mana waras… mana waras…?” tambah Wilson Lalengke dengan mimik heran sedikit kesal.
Ketika ditanyakan penyebab penanganan yang lamban ini, wartawan nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi itu menduga bahwa polisi sedang mencari akal untuk menghentikan kasus ini. “Dugaan saya para polisi itu sedang mencari-cari alibi hukum agar kasus ini bisa dihentikan, minimal dipeti-eskan. Lihat saja modusnya, polisi menerapkan Pasal 170 KUHPidana, tapi tersangkanya hanya 1 orang. Yaa, pasti mental semua di Kejaksaan, karena Pasal 170 mempersyaratkan pengeroyok harus 2 atau lebih pelaku atau tersangka. Buktinya, berkas di-P19-kan oleh Jaksa, yang artinya penerapan pasal tindak pidananya tidak bersesuaian dengan jumlah tersangkanya,” ungkap Wilson Lalengke.
Mengapa aparat terkesan mempermainkan hukum dalam kasus pengeroyokan wartawan Sopyanto itu? “Tanya langsung ke Ibu Umi Fadhilah yaa. Tapi bagi saya jelas, karena banyak oknum polisi akan terseret dalam kasus terkait penambangan illegal pasir silika di Kecamatan Pasir Sakit yang menjadi pangkal bala kasus pengeroyokan wartawan itu. Inilah akibatnya jika para bandit berseragam diberi kewenangan menangani hukum di sebuah negara, rekayasa demi rekayasa kasus akan menjadi keseharian mereka,” beber lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia itu.
Wilson Lalengke pantas sedih dan prihatin dengan kinerja polisi, khususnya di Polda Lampung. Pasalnya beberapa kasus yang turut diperjuangkannya tidak mendapatkan penanganan serius dari aparat setempat.
“Kasus pengeroyokan Muhammad Abbas Umar oleh sejumlah polisi bejat Polres Lampung Timur dan Polda Lampung yang terjadi pada Sabtu, 12 Maret 2022, yang sudah dilaporkan ke Bidpropam Polda Lampung, baik melalui aplikasi Propam Online maupun secara manual mendatangi Bidpropam, hasilnya hingga kini menguap tanpa berita. Saya mau dengar komentar si Kombespol Umi Fadhilah itu tentang kasus ini, sudah sampai dimanakah Ibu Umi?” terang Wilson Lalengke mengingatkan Polda Lampung tentang kasus pemukulan Ketua DPC PPWI Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Muhammad Abbas Umar, dan menilap jam tangan barunya seharga 5 juta rupiah oleh gerombolan polisi Lampung 2 tahun lalu tersebut.
Polri ini, lanjutnya, memang sangat keterlaluan buruknya dalam memperakukan masyarakat. Jangankan warga biasa, anggota polisi saja mereka perlakukan sewenang-wenang. “Lihat saja kasus Ibu Polwan Rusmini yang hingga kini dibolak-balik, dipingpong sana-sini, tidak kelar-kelar. Padahal jelas kasusnya adalah kriminalisasi terhadap Ibu Rusmini, plus gajinya selama 8 tahun raib dimakan hantu di lingkungan Polda Lampung itu. Saya habis kata-kata yang pantas untuk menggambarkan betapa biadabnya para oknum aparat di Lampung, speechless!” sebut Wilson Lalengke sedih.
Oknum Kapolda Lampung, Irjenpol Helmy Santika, tidak luput dari kritikan tokoh pers nasional itu. Dia merujuk kepada pemberitaan teranyar tentang penghargaan sang Kapolda kepada aparatnya yang berhasil menangkap narapidana anak yang kabur dari Lapas Anak.
“Rupanya bintang dua di Indonesia ini, kalau tidak jadi bandar sabu, yaa hanya bisa menangkap buronan anak-anak. Coba dong yang lebih berbobot gitu, tangkap itu para pengeroyok wartawan di Lampung Timur, itu baru bisa dibanggakan punya pangkat bintang di pundak. Wartawan Sopyanto itu berjasa menjaga lingkungan hidup, menjaga kekayaan alam milik negara agar tidak dicuri para mafia penambang illegal, seharusnya dia dilindungi, bahkan diberi penghargaan, ini malah dibiarkan kasusnya terlunta-lunta. Kalau tidak diberitakan kemarin, pasti pada mingkem si Umi Fadhilah itu,” pungkas Wilson Lalengke. (TIM/Red)