November 22, 2024
IMG-20230925-WA0075

Pati, 24 September 2023, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) tahun ini memperingati momen hari tani dengan melakukan aksi “Luru Banyu” diatas perbukitan Kendeng. “Luru Banyu” diartikan sebagai mencari sumber mata air diatas bukit untuk menanam dan menghijaukan Pegunungan Kendeng. Bertempat di Bukit Alang-alang, Kedumulyo, Pati dimulai dengan prosesi tanam bawang dan padi bersama KH. Ubaidillah Shodaqoh PWNU Jawa Tengah dan artis Roy Martin selaku Ketua GSI “ Gabungan Seniman Indonesia” serta sejumah aktivis lingkungan dan para awak media onlien, cetak maupun elektronik.

Pasca tanam bersama, dua tokoh ini kemudian diajak melihat kondisi Kali Tus -Sungai Juwana- yang kodisinya dangkal dan banyak tumpukan sampah. Sungai ini menjadi nadi bagi persawahan di seluruh kawasan Pegunungan Kendeng hingga sebagian Juwana-Pati, jika kondisinya memprihatinkan tanpa ada aksi konkrit maka ancaman banjir dan krisis pangan akan mengancam kehidupan petani mendatang.

Penanaman diatas bukit di Pegunungan Kendeng ini sebagai bukti bahwa gunung karst ini bukan lah lahan gersang sehingga patut untuk ditambang. Aksi tani JM-PPK tahun ini membuktikan bahwa Pegunungan Kendeng adalah kawasan subur dimana dibawahnya mengalir sungai dan sumber bawah tanah sehingga bisa ditanami apa saja bahkan padi dan bawang sekalipun.

Dalam penyampaiannya, Gus Ubaid mendukung perjuangan JM-PPK karena menjaga alam yang didalamnya juga terdapat kawasan karst adalah kewajiban kita bersama. Sedang Roy Martin juga mendukung perjuangan Kendeng karena gerakannya sudah sangat jauh dan menampilkan gerakan tanpa kekerasan yang menarik atensi masyarakat luas.

Hari tani tahun ini juga sebagai wujud keprihatinan para petani kepada kondisi Indonesia saat ini. Posisi petani Kendeng dalam posisi serba terhimpit. Rusaknya kawasan Pegunungan Kendeng terjadi secara terus menerus dan masif baik yang terjadi karena ulah manusia secara langsung seperti pertambangan, olah lahan yang salah, termasuk pemakaian pupuk kimia yang tidak terkontrol.

Rusaknya Kendeng juga terjadi karena kebijakan pemerintah yang tidak memihak terhadap kelestarian alam dan dukungan terhadap petani. Tahun 2021 Pemerintah Kabupaten Pati justru menetapkan seluruh kecamatan sebagai kawasan pertambangan. Rembang kemudian sampai saat ini nasibnya digantung karena pembahasan revisi tata ruangnya yang mandek. Padahal sejak 2016 JM-PPK sudah menang secara hukum dan juga secara kajian KLHS Pegunungan Kendeng.

Kondisi terhimpitnya petani juga terjadi karena alokasi anggaran pupuk subsidi yang semakin turun dari tahun ke tahun. Tahun 2015 anggaran yang dialokasikan negara sejumlah 39,48 Triliyun dan 2023 hanya menyisakan 24 Triliyun. Selain anggaran, pembatasan jenis pupuk subsidi berdasarkan Permentan 10/2022 juga dipotong dari sebelumnya terdapat 5 jenis pupuk (NPK, ZA, SP-36, Urea, Organik) menjadi dua jenis pupuk saja yakni Urea dan NPK. Ditambah alur mendapatkannya yang serampangan dan tanpa pengawasan dari pemerintah. Akibatnya pupuk subsidi langka di pasaran dan pupuk non subsidi harganya dipermainkan tengkulak.

Secara kebijakan nasional, cita-cita pembangunan dengan segala bentuk kebijakan seperti Omnibuslaw dan PSN justru semakin rakus mencaplok lahan-lahan produktif dan tanpa pelibatan aktif masyarakat termasuk ancaman kriminalisasi bagi para petani yang mempertahankan lahannya. Kondisi tersebut semakin menunjukkan jurang pemisah antara pemerintah dengan rakyatnya.

Kondisi-kondisi tersebut sudah harusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah. Bukan kemudian hanya obral janji swasembada pangan namun realitanya semakin mencekik dan memiskinkan petani itu sendiri. Selain acara tanam padi dan bawang bersama, rangkaian peringatan hari tani kali ini juga dimeriahkan dengan pagelaran wayang dengan judul “Semar Menggugat” dan “lamporan”.

Kaperwil:Ato

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *