Tangerang Selatan | Sejarah semua daerah pasti tak lepas dari cerita tradisi, seni budaya dan leluhurnya, begitu pula dengan Kota Tangerang Selatan, khususnya wilayah Pondok Pucung, Pondok Aren. Di wilayah Pondok Pucung inilah beradanya sebuah sanggar seni budaya tradisi Betawi yaitu Sanggar Lenong Haji Saran yang dipimpin oleh Saran Abraham bersama Keluarganya.
Selasa pagi, 1 Agustus 2023 perwakilan FWJI (Forum Wartawan Jaya Indonesia) Ade Gunawan berinisiatif mengajak Ninik Parmini & Anggoro yang merupakan pengurus Yayasan GENDIS ( Generasi Dermawan Insan Sejahtera ) untuk bersilaturahmi ke Sanggar Seni Budaya Lenong Haji Saran dan inisiatif tersebut jadi gayung bersambut yang akhirnya diaktualisakan bersilaturahmi pada selasa malam.
Kedatangan silaturahmi Perwakilan FWJI & GENDIS disambut hangat oleh Saran Abraham & Sulis Setiawan sebagai pimpinan & pengurus Sanggar Seni Budaya Lenong Haji Saran (LHS).
Ade Gunawan Perwakilan dari FWJI bersama Ninik Parmini & Anggoro Perwakilan dari GENDIS menyampaikan Terima kasih atas sambutan Saran Abraham dan Keluarga, sekaligus menyampaikan niat bersama untuk bisa saling bersinergi & berkolaborasi dibidang pelestarian Seni budaya tradisi Nusantara di Tangerang, Banten beserta semua ekonomi kreatif yang ada didalamnya.
Niat tersebut disambut baik dan bahagia oleh pimpinan dan pengurus Sanggar Seni Budaya Lenong Haji Saran. Saran Abraham mempersilakan semua tamu menikmat sajian kopi sambil berkelar, mari diminum kopinya jangan sampe dikerebutin semut, jadi menambah kehangatan dan keakraban silaturahmi tersebut.
Anggoro dan Ninik pun mulai menceritakan tentang Yayasan GENDIS yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan termasuk dibidang Seni budaya & ekonomi kreatif, hingga tertarik untuk bersilaturahmi dan bertemu langsung dengan pimpinan atau pengurus Sanggar Seni Budaya Lenong Haji Saran.
Saran Abraham & Sulis Setiawan pun menceritakan tentang LHS bahwa Saya (Saran) berinisiatif membentuk kelompok kesenian gambang keromong LHS sejak April 1997 dan alhamdulillah sampai saat ini bisa tetap eksis rutin berkegiatan.
Awal kami membentuk LHS ketika Balai Kesenian Oncor menggelar festival kesenian Betawi di dekat Pondok Aren yang digagas aktor Ray Sahetapy. Selama satu bulan mereka bermain di situ. Setelah itu, sebagian anggota LHS bergabung dengan teater Oncor sebagai kru panggung. Di sela-sela kegiatan Oncor, mereka tetap tampil di panggung lenong.
Pada 2006 Oncor bubar. Mereka yang telah bergabung sebagai kru Oncor kembali fokus berkegiatan bersama LHS. Mereka mencoba bertahan dengan 72 anggota.
Perjalanan kelompok lenong itu selanjutnya tak mudah. Sepuluh tahun yang lalu, LHS masih sering tampil di acara TVRI dan di Banten TV untuk acara Ledek, Lenong Demokrasi sebanyak 32 episode. ”Selain itu, kami juga manggung di acara-acara kesenian. Pernah juga di Festival Nusantara yang diselenggarakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, bertemu dengan kelompok kesenian dari seluruh Indonesia,” tutur Saran.
Kini, LHS hanya manggung apabila ada undangan atau acara kesenian tertentu. Namun, undangan untuk bermain lenong semakin langka. Orang Betawi yang sedang hajatan kini lebih memilih menanggap organ tunggal yang biayanya hanya Rp 2 juta. Kalau menanggap lenong, biayanya bisa sampai Rp 18 juta untuk satu grup.
Selain menyediakan lenong, LHS juga menyediakan penyewaan ondel-ondel dan palang pintu (upacara penyambutan tamu khas Betawi). Untuk mengundang mereka, dibutuhkan biaya Rp 2 juta-Rp 10 juta.
Meski begitu, semangat mereka tak pernah surut. Saran bersama generasi yang sudah tua mengajak anak-anak dan generasi muda untuk mengenal kesenian Betawi. ”Anak bungsu saya, Sulis Setiawan sudah kenal lenong dari mulai dia masih menyusu sampai sekarang, dia sudah bisa main tehyan,” tutup cerita Saran Abraham
Ade Gunawan perwakilan dari FWJI pun menanggapi kedua cerita perjalanan GENDIS & LHS, ya mendengar cerita sejarah ini saya melihat potensi dan peluang untuk saling mensinergi kolaborasikan program kita semua dari FWJI (Forum Wartawan Jaya Indonesia), GENDIS maupun LHS. Ayo Kita sama – sama sinergikan program untuk mendorong pelestarian seni budaya tradisi Nusantara Khususnya yang ada di LHS berupa event bersama maupun mempromosikan organisasi masing – masing. Misalnya FWJI sebagai organisasi kewartawanan bisa mengangkat lewat pemberitaan dan iklan, Yayasan Gendis bisa untuk fund raising buat event sosial yang dibungkus pelestarian Seni budaya tradisi dan LHS yang tampil mengisi acara, ujar Ade Gunawan.
Usulan tersebut disambut hangat oleh semua dan Sulis Setiawan dari manajemen LHS mengusulkan untuk langsung merealisasikan hal tersebut, yaitu mengundang kembali para pengurus Yayasan GENDIS & FWJI untuk bisa hadir melihat langsung latihan rutin setiap hari minggu malam senin. Dan akhirnya semua yang hadir sepakat dan akan menindak lanjutinya. Pertemuan Silaturahmi berakhir dengan Foto Bersama.