Isu rasis atau etnis tertentu secara terang-terangan mencuat di tengah gonjang-ganjing pembentukan Forum Wartawan Mahkamah Agung RI atau FORWAMA. Diskursus pro dan kontra mekanisme pemilihan FORWAMA di sejumlah grup aplikasi WhatsApp wartawan Mahkamah Agung RI cukup ramai pasca Panitia Pelaksana Pemilihan Pengurus FORWAMA merancang kegiatan pemilihan tanpa melibatkan seluruh wartawan MA.
Di tengah perdebatan itu, tiba-tiba muncul pernyataan Ketua Panitia Pemilihan Pengurus FORWAMA , Jimmy Endey yang menyinggung soal rasis.
Pernyataan mengandung SARA itu mencuat gara-gara banyak media yang memberitakan pelaksanaan Pemilihan Pengurus FORWAMA di Gedung Joang 45 Jakarta pada Sabtu (20/5/2023) dinilai ilegal dan tidak sah karena hanya dihadiri belasan orang dari ratusan wartawan peliput di MA RI.
Pemberitaan yang dishare di grup-grup WhatsApp wartawan MA tentang penolakan pembentukan FORWAMA yang memilih Emil Simatupang sebagai Ketua, menimbulkan kecurigaan Emil dan Ketua Panitia Jimmy Endey bahwa ada salah satu wartawan senior sebagai penggeraknya.
Emil Simatupang lantas berkomentar keras di grup dengan kata-kata yang kurang pantas. “Dasar b*ngsat dan nggak tau diri dan bakal kena batunya,” ujar Emil dalam komentarnya di grup WhatssApp Forum Wartawan MA/FORWAMA.
Tak berhenti sampai di situ, Emil malah mengancam akan menyuruh tangkap dan periksa orang yang dituduhnya menggerakan penolakan. Meski lantang bicara tapi Emil tidak berani menyebut nama.
Bak gayung bersambut, Ketua Panitia Jimmy Endey ikut berkomentar dan mengungkap siapa orang yang dimaksud, dengan menebar isu SARA.
Orang yang dituduh menggerakan penolakan hasil pemilihan Ketua FORWAMA rekayasa tersebut, secara terang-terangan dicerca oleh Ketua Panitia Jimmy Endey. “Itu si c*na pelit dan sombong bang Sur,” kata Jimmy dalam komentarnya bernuansa rasis di Grup WA Forum Wartawan Mahkamah Agung, saat menjawab pertanyaan rekannya.
Menanggapi persoalan isu rasis dan SARA dalam urusan pembentukan FORWAMA, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia, Soegiharto Santoso, yang ikut menggagas pembentukan FORWAMA, mengaku prihatin.
“Isu rasis yang disampaikan ketua panitia itu sudah merusak tatanan forum silaturahim wartawan MA yang selama ini jauh dari isu SARA,” tegas Hoky sapaan akrabnya, saat dimintai komentarnya mengenai isu rasis yang beredar di grup WhatsApp Forum Wartawan MA/FORWAMA, Minggu (21/5/2023).
Hoky juga menandaskan, sejak awal pembentukan FORWAMA sudah bermasalah karena mendapat penolakan dari sejumlah wartawan yang biasa meliput di MA.
Dan mengenai isu rasis dan SARA, tadinya Hoky ingin menjawab langsung di WhatsApp Forum Wartawan MA/FORWAMA (bukan WhatsApp Group FORWAMA-RI), akan tetapi no WA Hoky dikeluarkan pula oleh Jimmy Endey, sehingga Hoky memilih mengungkapkan itu via media.
Menurut Hoky, kesepakatan panitia untuk menjaring pemilih dengan persyaratan tekhnis bahwa wartawan yang memilih nanti harus mendapat rekomendasi dari redaksi masing-masing, serta calon Ketua FORWAMA harus memiliki pengalaman sebagai wartawan peliput di MA selama minimal 5 tahun, tidak dijalankan oleh panitia.
Sampai hari pelaksanaan pemilihan, beber Hoky, tidak ada satupun calon ketua yang mendaftar resmi sesuai link yang dishare panitia, dan peserta yang berhak memilih pun tidak ada yang mendaftar. “Namun Ketua Panitia Jimmy Endey tetap ngotot pelaksanaan sesuai jadwal yang ditentukan sepihak bukan lewat rapat panitia,” beber Hoky.
Penolakan persiapan pembentukan FORWAMA sebetulnya sudah menggema di grup-grup WhatssApp wartawan MA. Upaya mengakomodir seluruh wartawan MA sudah dilakukan panitia melalui pendekatan personal oleh Soegiharto Santoso selaku panitia dengan sejumlah wartawan MA. Namun semua gagal karena Ketua Panitia dan “tim sukses” Emil Simatupang tidak ada yang setuju penambahan wartawan MA dilibatkan dalam kepanitiaan. Malahan Hoky dituding penghianat.
Bahkan, 8 hari menjelang pemilihan, beberapa panitia meminta Ketua Panitia memastikan calon ketua dan peserta pemilih yang belum satupun yang mendaftar agar jika terkendala maka perlu dievaluasi kemungkinan penundaan.
Namun yang terjadi, dua orang panitia yaitu tim perumus Hentje Mandagi dan tim acara Richard Aritonang yang meminta kepastian mekanisme pemilihan itu justru dikeluarkan dari grup WA panitia oleh Ketua Panitia Jimmy Endey secara sewenang-wenang.
Sejak saat itu, Hoky dan Hence Mandagi menarik diri dari aktifitas kepanitiaan. Hoky juga sempat menyarankan Richard Aritonang dan Heintje Mandagi untuk tidak ikut terlibat dalam kegaduhan penolakan keras di grup WhatsApp wartawan MA terhadap persiapan pembentukan FORWAMA.
Akan tetapi jiwa jurnalis Richard Aritonang tidak bisa diredam dan dirinya tetap membuat tulisan mengungkap fakta yang terjadi di internal panitia yang menurut pendapat Richard tidak bisa didiamkan.
Akibatnya, perdebatan menolak pemilihan FORWAMA di grup WA wartawan MA justru makin ramai.
Alih-alih menggubris atau berupaya merangkul wartawan MA, kelompok panitia yang dimotori Jimmy Endey justru menggandeng organisasi PWI dengan bukti design spanduk kegiatan pemilihan tercantum logo PWI, meskipun wartawan di MA terdiri dari beragam organisasi pers.
Rupanya Jimmy cs ingin menggiring hanya satu calon ketua yang dipilih oleh pemilih yang direkayasa bukan dari mayoritas wartawan MA.
Richard Aritonang, wartawan yang sudah belasan tahun meliput di MA paling keras mempertanyakan sikap ketua panitia Jimmy Endey.
“Memprihatinkan! Setau saya, wartawan di beberapa WAG wartawan liputan MA lebih dari 300 orang jumlahnya. Koq cuma belasan yang hadir? Itu melanggar Asas demokrasi, dan Ilegal,” tandas Richard, yang juga panitia tapi tidak dilibatkan saat pemilihan.
Menurut Richard, jumlah wartawan yang diketahuinya ada kurang lebih 300 wartawan. “Kalau cuma belasan orang yang hadir, tentunya itu dapat dikatakan Illegal ya,” tegas Richard.
Richard Aritonang menjelaskan, dirinya merupakan salah satu deklarator FORWAMA-RI (Forum Wartawan Mahkamah Agung Republik Indonesia) pada tahun 2017 ketika Ketua MA masih dijabat Prof. Dr. Hatta Ali.
Ia menuturkan, nama FORWAMA itu dibuat oleh seorang deklarator yakni Syamsul Bahri.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung RI, Sobandi turut berkomentar tentang pembentukan FORWAMA yang mendapat penolakan dari mayoritas wartawan MA.
Menurut Sobandi, sikapnya sudah jelas mendukung pembentukan FORWAMA. “Dengan syarat melibatkan semua wartawan yang peduli Mahkamah Agung dan peradilan,” tegas Sobandi.
Dia juga menambahkan, pembentukan FORWAMA adalah inisiatif wartawan dan bukan (inisiatif) dari Mahkamah Agung. Sobandi pun mempersilahkan wartawan di MA sendiri yang memutuskan apakah perlu atau tidak dibentuknya forum wartawan tersebut.
Pernyataan Sobandi itu disampaikannya secara tegas di grup WA dan kepada setiap wartawan yang konfirmasi terkait gonjang-ganjing penolakan pembentukan FORWAMA tanpa melibatkan seluruh wartawan di MA.
Dengan adanya penegasan itu, timbul pertanyaan wartawan di MA, mengenai legitimasi pemilihan FORWAMA yang hanya dihadiri belasan wartawan dan hanya diendors oleh PWI saja.
Lebih disayangkan lagi, isu rasis berbau SARA justru lebih kental menyeruak pasca kelompok belasan wartawan yang mengatasnamakan wartawan MA ini memilih Emil Simatupang sebagai Ketua FORWAMA. Dan lebih parah lagi baru sehari terpilih, Emil Simatupang sudah menebar ancaman dan tuduhan kepada salah satu wartawan senior tanpa berani menyebut nama orang yang dituduh tersebut.
Akankah pengurus FORWAMA bentukan belasan wartawan ini diterima eksistensinya mengatasnamakan wartawan MA ? Yang pasti sampai berita ini diturunkan belum ada jawaban konfirmasi dari Emil Simatupang dan Jimy Endey.
Menanggapi persoalan FORWAMA, Heintje Mandagi yang awalnya diajak dan dipercayakan sebagai tim perumus persiapan pembentukan FORWAMA, mengaku tidak mempersoalkan siapa saja yang berambisi jadi ketua FORWAMA.
“Namun untuk menghadapi tekanan dari kelompok mayoritas wartawan MA, ketua panitia dan ketua terpilih seharusnya tidak paranoid dan menebar isu rasis dan ancaman kepada wartawan MA,” kata Mandagi yang juga merupakan Ketum DPP SPRI saat dimintai tanggapannya lewat pesan singkat, Minggu (21/5/2023) di Bekasi.
Mandagi juga mengatakan, sejak awal dirinya mau dilibatkan sebagai tim perumus FORWAMA karena pertimbangan profesional untuk membantu wartawan pos liputan MA membentuk wadah komunikasi FORWAMA.
“Sangat disayangkan ada yang sangat berambisi menjadi ketua, lalu menghalalkan segala cara dengan menganggap sepeleh aspirasi ratusan wartawan MA. Bahkan sengaja membiarkan ketua panitia menebar isu SARA demi syahwat menjadi ketua,” pungkas Mandagi, yang sejak awal menolak mencalonkan diri sebagai ketua FORWAMA karena alasan fokus pada organisasi SPRI. *