Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah proses pendaftaran tanah yang dilakukan secara bersamaan untuk seluruh objek pendaftaran di seluruh wilayah Republik Indonesia, dalam satu desa/kelurahan atau tingkat administratif setara. Proses ini melibatkan pengumpulan data fisik dan data yuridis dari satu atau lebih objek pendaftaran tanah untuk tujuan pendaftaran.12 – 03 – 2025.
Dasar Hukum PTSL diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 mengenai Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. PTLS sudah dilaksanakan sejak 2017 dan akan terus berlangsung sampai 2025 dengan target 126 juta bidang. Program ini dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas hak tanah serta mengurangi sengketa tanah.
Pemerintah telah menanggung biaya dalam program PTSL antara lain seperti: Sosialisasi dan edukasi masyarakat, Pengumpulan data fisik dan yuridis, Pengukuran dan validasi tanah, Penerbitan sertifikat.
Namun, masyarakat tetap menanggung beberapa biaya tambahan seperti: Pembuatan dan pemasangan tanda batas tanah, Biaya administrasi untuk dokumen tambahan seperti fotokopi dan materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh), kecuali bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Estimasi Biaya Tambahan (Berdasarkan SKB 3 Menteri 2017):
•Kategori I (Papua, Papua Barat, Maluku, NTT): Rp450.000
•Kategori II (Sulawesi Tengah, NTB, Bangka Belitung, Kepri): Rp350.000
•Kategori III (Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat): Rp250.000
•Kategori IV (Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung): Rp200.000
•Kategori V (Jawa dan Bali): Rp150.000
Setelah dilakukan investigasi oleh Pimpinan Redaksi dari beberapa media, menemui langsung Kepala Desa Kamulyan Mahmud, di dampingi oleh Wahyu sebagai pelaksana teknis terkait program PTSL di Desa Kamulyan, Kec. Bantarsari, Kabupaten Cilacap menjelaskan bahwa “biaya PTSL di desa kamulyan atas dasar kesepakatan atau musyawarah warga di kenakan biaya Rp.300.000,-, dan adanya informasi biaya 2jt itu untuk biaya pecah sertifikat induk diluar program PTSL.” jelas Wahyu.
Namun beberapa warga tetap mengira bahwa biaya sebesar 2jt rupiah adalah biaya pungutan PTSL yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah.
Hal ini merujuk adanya dugaan Pungli yang dilakukan oleh oknum terkait pungutan sebesar 2jt rupiah yaitu terkait hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 huruf e
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri” dan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara. “Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.”Tim(Tri)
Redaksi. “