Beranda blog Halaman 17

SMA 4 Cikupa Tangerang Sengaja Gembok Gerbang sekolah Supaya Aksi Aliansi Tidak Masuk

Kabupaten Tangerang-| Aliansi Gabungan Masyarakat, Advokat, Lembaga, dan Media Banten Peduli kembali menggelar aksi protes di depan gedung SMAN 4 Kabupaten Tangerang, Rabu (16/07/2025). Aksi ini merupakan kelanjutan dari tuntutan mereka terkait dugaan ketertutupan informasi seleksi penerimaan peserta didik baru (SPMB) oleh pihak sekolah.

Sekitar pukul 12.30 WIB, rombongan aksi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, advokat, LSM, dan media lokal tiba di lokasi. Mereka berharap dapat bertemu langsung dengan Kepala SMAN 4 Kabupaten Tangerang, Drs. Roni Yunardi, S.Pd., untuk meminta klarifikasi terkait data siswa yang dinyatakan lolos SPMB.

Namun harapan tersebut pupus, lantaran pihak sekolah justru menutup akses masuk ke sekolah dengan menggembok dua pintu gerbang utama dari dalam. Tidak satu pun perwakilan sekolah, baik Kepala Sekolah maupun panitia SPMB, yang keluar untuk menemui para peserta aksi.

“Kami datang secara baik-baik untuk melakukan audiensi dan meminta penjelasan dari Kepala Sekolah. Namun yang kami dapatkan justru penggembokan gerbang, ini bukti ketertutupan yang jelas-jelas melukai hati masyarakat,” ungkap Penanggung jawab aksi, sekaligus Ketum LSM PEMI, Bunyamin, S.H., kepada awak media.

Sebelumnya, Kepala Sekolah Drs. Roni Yunardi sempat berjanji akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Banten terkait permintaan data dari aliansi. Namun menurut keterangan salah satu orang yang ikut dalam rombongan Kepala Sekolah ke Dinas, data siswa yang diterima seleksi tidak dapat diberikan oleh pihak Dinas Pendidikan. Bahkan, usai kunjungan tersebut, Kepala Sekolah tidak kembali ke SMAN 4 melainkan langsung pulang ke kediamannya.

“Kami mendapatkan informasi langsung bahwa Kepala Sekolah justru menghindar setelah dari dinas. Data SPMB tidak diberikan, Kepala Sekolah pun menghilang. Ini menunjukkan tidak ada niat baik untuk keterbukaan informasi publik.Bahwa kedepan kita akan lakukan aksi lebih besar lagi mengunakan alat pelengkap sound sistem sebelum pihak sekolah memberikan janji manisnya terkait data SPMB tahun 2025. Sebagai mana atas janji audensi Aksi Senin tanggal 14 Juli 2025.”Tambahnya

Bahkan kami meminta para inspektorat provinsi, BPK provinsi, juga DPRD provinsi dapat segera mengaudit SMA 4 Cikupa Tangerang. ungkap Ketua Koordinator 1, Budi Irawan, Ketua Forum Media Banten Ngahiji (FMBN).

Kondisi memanas ketika rombongan massa tidak diperbolehkan masuk, bahkan saat waktu pulang sekolah pun gerbang masih tetap digembok dari dalam. Akibatnya, siswa-siswi SMAN 4 sempat tertahan di dalam sekolah selama lebih dari tiga jam.

“Bayangkan, anak-anak tidak bisa keluar sekolah, bahkan ada orang tua yang datang menjemput terpaksa menunggu berjam-jam di luar pagar. Ini bukti pihak sekolah tidak mengindahkan hak publik dan hak siswa,”Dan Aksi ini berlanjut sampai ke DPRD Kabupaten Tangerang.”tegas Ketua LSM BIMAK sekaligus Koordinator 3, Hendra, S.Pd.

Setelah dilakukan aksi orasi di depan gerbang, massa aliansi akhirnya memutuskan menggembok kembali pintu gerbang sekolah dari luar sebagai simbol kekecewaan. Tidak lama berselang, aparat Kepolisian dari Polsek Cikupa tiba di lokasi untuk mengamankan situasi. Dipimpin oleh Kanit Intel, Kanit Sabhara, dan Tim 3 Mulyadi, polisi melakukan mediasi dengan pihak sekolah.

“Atas mediasi dari pihak kepolisian, gerbang akhirnya berhasil dibuka dan para siswa dapat pulang dengan aman, sebagian besar dijemput oleh wali murid,” jelas Hamka perwakilan Aliansi

Meski aksi berlangsung dalam suasana panas, tidak ada insiden kekerasan yang terjadi, dan seluruh rangkaian kegiatan berjalan dalam kondisi aman dan kondusif.

Aliansi Gabungan Masyarakat, Advokat, Lembaga dan Media Banten Peduli menegaskan akan terus mengawal persoalan ini sampai Kepala SMAN 4 Kabupaten Tangerang serta Dinas Pendidikan Provinsi Banten memberikan jawaban terbuka dan transparan kepada masyarakat.

“Ini bukan sekadar aksi seremonial, kami akan mengawal tuntas persoalan ini, demi keadilan dan transparansi publik,” pungkas Koordinator Bunyamin.

Red/*

Ironi di Balik “MUSDA” PGRI Kabupaten Sukabumi: Dari Bali ke Sorotan Publik, Anggaran Dipertanyakan!

  1. Sukabumi,Jawa Barat” 3 Juli 2025,

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sukabumi kini menjadi perbincangan panas. Dugaan “MUSDA” yang berujung family gathering mewah ke Bali pada Rabu dini hari, 25 Juni 2025, menuai kecaman tajam dari berbagai pihak.

Bagaimana mungkin di tengah himbauan Gubernur Jawa Barat untuk meniadakan study tour rekreatif dan perjuangan guru honorer yang tak kunjung usai, organisasi profesi guru justru asyik berlibur?
Kegiatan yang melibatkan ketua dan sekretaris PGRI tingkat kecamatan, serta ironisnya, didampingi sejumlah pejabat Dinas Pendidikan,kabid, kasi, dan staf

ini terang-terangan menunjukkan wajah lain. Data dan informasi yang dihimpun mengungkap bahwa acara ini jauh dari nuansa musyawarah. Foto dan video yang beredar luas di media sosial, khususnya status WhatsApp salah satu oknum pengurus, memperlihatkan aktivitas wisata keluarga dengan seragam “Family Gathering”. Bahkan, yel-yel “PGRI Kabupaten Sukabumi jalan-jalan” seolah menegaskan bahwa ini adalah plesiran massal, bukan agenda organisasi yang substansial.

Surat Edaran Gubernur Diabaikan, Sensitivitas Publik Dikebiri
Keberangkatan rombongan ini terjadi di tengah masa kerja, seolah mengabaikan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 42/PK.03.04/KESRA yang melarang tegas kegiatan studi tour atau kunjungan rekreatif oleh satuan pendidikan. Sebuah tamparan telak bagi komitmen pendidikan dan kepatuhan terhadap kebijakan publik.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, Eka Nandang Nugraha, hanya bisa berdalih singkat saat dikonfirmasi, menyebut kegiatan ini agenda PGRI yang “dilaksanakan pada hari libur” dan bahwa pegawai Dinas Pendidikan yang ikut serta adalah “pengurus aktif”. Jawaban klise yang tak mampu membendung gelombang kritik.
Mencederai Pengabdian, Mengkhianati Solidaritas Profesi

Ketua DPD Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) Sukabumi-Raya, Lutfi Yahya, tak menutupi kekecewaannya. “Bila ini hanya kegiatan rekreasi yang dibungkus seremonial menjelang habis masa bakti, maka ini mencederai semangat pengabdian,” tegas Lutfi. Ia menyoroti kontras yang menyakitkan: saat guru honorer berjuang mati-matian, PGRI justru berfoya-foya.
Lutfi bahkan mencium “unsur kepentingan tertentu” di balik kegiatan ini, terutama terkait pemilihan ketua PGRI periode selanjutnya mengingat masa jabatan pengurus yang kian menipis.

Potensi pelanggaran disiplin ASN yang diduga berangkat di hari kerja pun tak luput dari sorotannya.
Senada, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Pemimpin Redaksi Independen (PPRI) mengecam keras. “PGRI memiliki fungsi dan tanggung jawab moral yang tinggi. Seharusnya menjadi garda terdepan memperjuangkan nasib guru, khususnya para Guru Honorer R3 Paruh Waktu yang hingga kini belum mendapatkan kejelasan status,” ujar Sekjen PPRI dengan nada prihatin.

“Ketika para guru honorer berjuang demi masa depan mereka, PGRI justru bersenang-senang ke Bali. Ini menyakitkan, tidak mencerminkan semangat solidaritas profesi,” tambahnya, menegaskan betapa ironisnya situasi ini.

Anggaran Misterius: Kemana Uang Rakyat Mengalir?

Pertanyaan besar kini mengemuka: darimana sumber dana untuk kegiatan plesiran ke Bali ini? Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak PGRI terkait asal-usul anggaran tersebut. Transparansi dan akuntabilitas menjadi tanda tanya besar yang harus dijawab.

Saat dikonfirmasi, Ketua PGRI Kabupaten Sukabumi hanya memberikan jawaban normatif, “Nanti hari Selasa kita ketemu untuk menjelaskan semuanya.” Sebuah janji yang ditunggu publik.
JWI dan PPRI tak akan tinggal diam. Mereka berkomitmen menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan wewenang dan potensi pelanggaran disiplin ASN.

Laporan akan dilayangkan ke Gubernur Jawa Barat, PGRI Provinsi, PGRI Pusat, Bupati, dan DPRD Kabupaten Sukabumi. Bahkan, Kejaksaan Tinggi pun tak menutup kemungkinan akan menjadi tujuan laporan, demi meminta klarifikasi terkait sumber anggaran kegiatan yang mencoreng nama baik organisasi guru ini.

Red”

Aktvitas Proyek PT. APG West di Kampar Riau, Ganggu Kenyamanan dan Rumah Warga Rusak

RIAU – Aktivitas proyek PT. APG West Kampar Indonesia yang berlokasi di Desa Sukarami, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar resahkan warga. Rumah retak dan aktivitas warga terganggu sampai menimbulkan kecemasan.

Proyek yang dikerjakan oleh PT. PNE (Pertambangan Nusantara Energi) ini kembali memantik kemarahan warga. Pasalnya, aktivitas pemasangan paku bumi yang dilakukan dalam pengerjaan proyek tersebut diduga telah menyebabkan keretakan pada rumah-rumah warga sekitar.

Salah satu rumah yang terdampak kerusakan adalah milik H. Idris, S.Pd – seorang tokoh masyarakat Desa Sukarami.

“Penanaman paku bumi bangunan ini sudah sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat, termasuk saya. Lihatlah rumah saya mengalami keretakan seperti ini, padahal yang dipasang baru satu buah. Kalau mereka pasang 357 tiang seperti yang direncanakan, bisa-bisa rumah saya roboh,” tegas H. Idris kepada media.

Keluhan serupa juga datang dari warga lain yang enggan disebutkan namanya. Ia menyebut aktivitas alat berat dari proyek tersebut menimbulkan getaran kuat yang menyerupai gempa.

“Jujur saja, saya muak dengan proyek ini. Atap rumah saya bergetar setiap alat berat mereka bekerja. Ini lingkungan permukiman, bukan kawasan industri!”ucap warga tersebut

Atas dasar keresahan itu, H. Idris bersama 10 warga lainnya telah membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk penolakan dan mendesak penghentian pengerjaan proyek, khususnya pemasangan beton paku bumi.

*Dugaan Pelanggaran Regulasi dan Undang-Undang:*

Aktivitas proyek ini patut diduga telah melanggar sejumlah regulasi dan undang-undang, antara lain:

1. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a:

“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.”

2. UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 16 ayat (1):

“Bangunan gedung harus memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.”

3. UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 78:

“Pengguna jasa wajib bertanggung jawab atas akibat hukum dari kegiatan konstruksi yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar.”

*Tuntutan Warga: Proyek Dihentikan, Izin Dicabut!*

Warga mendesak agar pemerintah daerah hingga Pertamina Hulu Rokan (PHR) sebagai pihak yang kemungkinan berafiliasi dengan proyek ini untuk mencabut izin pelaksanaan proyek yang meresahkan tersebut.

“Kami minta proyek ini dihentikan saja. Ini tidak masuk akal, proyek skala besar dilakukan di tengah permukiman! Kami minta PHR dan pemerintah tegas mencabut izin PT. APG West Kampar Indonesia,” tandas H. Idris.

Andre, selaku Penanggung Jawab Lapangan dari PT. PNE, membenarkan adanya keluhan warga. Ia mengatakan bahwa laporan masyarakat telah disampaikan ke pihak manajemen untuk segera dicarikan solusi, dan meminta tanggapan dari Kepala Desa sebagai pihak pemerintah desa.

“Jika benar terbukti melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku, maka pihak PT. APG dan PT. PNE dapat diproses secara hukum atas kerugian dan potensi bahaya yang ditimbulkan pada lingkungan serta masyarakat. Sudah saatnya aparat dan instansi terkait turun tangan sebelum amarah warga berubah menjadi aksi nyata yang lebih besar, ” ungkap warga. (Red).

Sampaikan Pesan Kamtibmas, Kapolsek Tambelang Hadiri Rapat Minggon Tingkat Kecamatan Sukawangi

Bekasi – Dalam menjaga hubungan baik dengan Pemerintah.Kapolsek Tambelang bersama unsur Forkopimcam menghadiri acara kegiatan rapat minggon di Aula Kantor Kecamatan Sukawangi Kabupaten Bekasi.Rabu (16/07/2025).

Dalam rapat tersebut dihadiri AKP Yugo Pambudi S.H.,MH Kapolsek Tambelang,Parno Martono, S.AP., KP., M.Si. Camat Sukawangi,Staff Kecamatan Sukawangi, Anggota Polsek Tambleng, Anggota Koramil 10 Sukatani,Kepala Desa se-Kecamatan Sukawangi, Sekertaris Desa se-Kecamatan Sukawangi,BPD se-Kecamatan Sukawangi,UPTD Puskesmas Sukatenang .

Kapolsek Tambelang AKP Yugo Pambudi S.H.,MH dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan minggon tingkat kecamatan Sukawangi ini merupakan sarana saling berkomunikasi dan dengar pendapat antara aparatur, lembaga dan masyarakat.

“Saya menyampaikan beberapa pesan masukan dalam rapat minggon tersebut,terutama terkait meminimalisir gangguan kamtibmas diwilayah Kecamatan Sukawangi”Kami juga meminta kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan di lingkungan masyarakat,”ungkapnya Kapolsek.

“Menyangkut harkamtibmas Alhamdulillah wilayah polsek Tambelang aman kondusif,kami mengajak serta menghimbau kepada bapak/ibu agar lebih mengawasi anak-anaknya terutama di malam sabtu dan minggu.

“Agar lebih di awasi untuk tidak larut malam ketika keluar rumah berupaya untuk dibatasi waktunya,untuk menghindari adanya aksi tawuran dan geng motor,”Pungkasnya Kapolsek.

(Red)

Nyata Tapi Aneh! Mafia BBM Diduga Dilindungi, Wartawan Justru Dijadikan Tumbal!

BLORA | – Dunia jurnalistik kembali tercoreng oleh tindakan yang diduga sebagai bentuk pembungkaman terhadap pers. Ironis, saat wartawan mengungkap dugaan pengepulan bahan bakar minyak (BBM) ilegal di Blora, justru mereka yang ditangkap oleh aparat. Sementara, mafia BBM yang diduga menjadi sumber masalah malah tak tersentuh hukum.

Kasus ini mencuat setelah Kantor Hukum John L. Situmorang & Partners mendatangi Polres Blora untuk memberikan pendampingan hukum terhadap tiga wartawan yang ditangkap pada 22 Mei 2025. Ketiganya diduga melakukan pemerasan, padahal latar belakang peristiwa tersebut justru mengarah pada praktek intimidasi dan rekayasa hukum terhadap insan pers.

Dari Investigasi ke Jeruji Besi

Berawal dari temuan lapangan para wartawan PortalIndonesiaNews, mereka mengungkap adanya aktivitas pengepulan BBM yang terindikasi ilegal di wilayah Blora. Temuan itu kemudian diterbitkan sebagai produk jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Namun bukannya mendapat klarifikasi atau bantahan, salah satu pihak yang merasa dirugikan justru menghubungi wartawan dan meminta agar berita itu diturunkan alias “take down”. Bahkan, pihak tersebut menjanjikan imbalan uang sebagai kompensasi.

Dalam sebuah pertemuan yang dijebak, wartawan diundang ke Blora. Di sebuah rumah makan lesehan, uang dalam bungkusan diletakkan di meja. Tidak lama berselang, sekelompok orang mengaku sebagai petugas datang dan menangkap para wartawan dengan tuduhan pemerasan.

Siapa yang Memeras Siapa?

“Ini aneh bin nyata! Justru yang menjanjikan uang adalah pihak pengepul BBM. Maka secara hukum, niat jahat atau mens rea justru berasal dari pihak yang mengundang wartawan dan meletakkan uang, bukan dari wartawan,” tegas tim hukum John L. Situmorang dalam keterangannya. Selasa 15 juli 2025

Menurut mereka, jika pihak terkait merasa dirugikan oleh berita, seharusnya menggunakan hak jawab atau hak koreksi sebagaimana dijamin dalam UU Pers. Bukan dengan tindakan kriminalisasi yang mencerminkan dugaan rekayasa.

Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas?

Sampai berita ini diturunkan, tidak ada satupun oknum pengepul BBM yang diproses hukum. Masyarakat pun mulai mempertanyakan: ada apa di balik pembiaran ini? Mengapa mafia BBM seolah-olah kebal hukum, sementara wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik dijadikan kambing hitam?

“Jika benar ada pelanggaran hukum, mengapa pengepul BBM tidak ikut ditangkap? Apakah ini bentuk perlindungan terhadap mafia yang berkedok bisnis sah? Ini alarm bahaya bagi kebebasan pers dan keadilan hukum di negeri ini,” pungkas pengacara.

Suara Keadilan untuk Wartawan

Tim kuasa hukum mendesak Kapolri, Kompolnas, hingga Komnas HAM turun tangan meninjau ulang kasus ini. Aparat penegak hukum (APH) diminta bersikap adil, transparan, dan tidak berpihak pada pemodal atau mafia.

Pers bukan musuh negara. Pers adalah pilar demokrasi. Jika wartawan yang mengungkap kebenaran dipenjarakan, maka siapa lagi yang akan berani membongkar kebusukan di balik tirai bisnis kotor?

Red”Tim

Ketua Ummat Dialeg Bersama Wakil Sekjend KB APTSI. PFi

KETUA UMMAT ANGKAT BICARA SITUS PORNO DI HP

Jakarta, Seputar Indonesia – Ketua Partai Ummat H.Fikri Bareno Mag.MBA angkat bicara masalah yang krusial dan merusak generasi muda dengan tampilan situs porno di HP Android.

Caleg DPRD itu mengimbau orang tua wali murid dan tokoh masyarakat supaya memperhati kan putra – puteri dan cucu²nya, dalam pemakaian HP.

“Sebaiknya dicheck secara berkala data data yang tersimpan dalam galeri putera puteri kita yang cenderung tampil situs situs porno, ” urai Buya Fikri kepada Media di Jakarta Selasa (15/7)

Selain itu, tambahmya amati aplikasi, yang digunakan, riwayat penelusuran, berapa lama waktu penggunaan dan lain sebagai nya supaya kita orang tua tokoh masyarakat dapat menyelamat kan anak bangsa dan putera puteri sendiri.

” Jangan sampai HP tidak mendukung pendidikan dan agamanya tapi malah jadi mudarat, ” kata buya Fikri yang terpilih ketua DPP Partai Ummat pada Kongres baru baru ini.

Ingat, kata Buya Fikri bila kita yang mempertanggung jawabkan anak bangsa dan keluarga pada hisab akhirat sangat pedih.Anak yang dari balita dipegangi hp maka akan hilang niat dan gemar membaca buku.

Buya Fikri Bareno pengurus DPP Partai Ummat meminta pemerintah menutup situs situs porno yang banyak tampil di HP tanpa pengawasan. Situs yang sangat berbahaya tampil di HP putera puteri kita yang mudah diaksesnya dari berbagai peristiwa, tutupnya. Ris

Red”

Sabu 1.020,06 Gram Asal Tatanga Palu Ditangkap Polda Sulteng di Kabupaten Sigi

PALU, Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) kembali menggagalkan peredaran gelap narkotika jenis sabu yang diambil di Kelurahan Tatanga, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Pelaku ditangkap Tim Subdit II Ditresnarkoba Polda Sulteng di BTN Green Garden Desa Mpanau Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi, Senin (14/7/2025)

Kabidhumas Polda Sulteng melalui Kasubbid Penmas AKBP Sugeng Lestari, membenarkan penangkapan pelaku peredaran gelap narkotika di Kabupaten Sigi oleh Tim Ditresnarkoba Polda Sulteng

“Benar, ada penangkapan pelaku berikut barang bukti narkotika diduga sabu di BTN Green Garden Desa Mpanau Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi, Senin (14/7/2025)” kata AKBP Sugeng Lestari di Palu, Rabu (16/7/2025)

Sugeng menyebut, pelaku inisial SP (44) Alamat Desa Boladangko Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi dengan barang bukti 20 (dua puluh) sashet plastik cetik bening yang diduga berisikan narkotika jenis sabu dengan berat kotor 1.020,06 gram.

“Pelaku mengaku sabu diambil di wilayah Tatanga Kota Palu, untuk selanjutnya dibuat paket sedang sebanyak 20 (dua puluh) shaset untuk diedarkan kembali di Kota Palu,” jelas Kasubbid Penmas.

Selain 20 sashet diduga berisi sabu, Polisi juga mengamankan 1 (satu) unit handphone, 1 (satu) unit speaker, 1 (satu) lembar plastik warna hitam, 1 (satu) buah timbangan digital dan 2 (dua) pack plastik klip kosong, tambahnya.

Kasubbid penmas juga mengklarifikasi, bahwa ada unggahan akun ‘Adeng Inar’ di media sosial yang menyebut “Penggrebekan tadi MLM di Kulawi 20 kg menyala bossssss” tidak sesuai fakta yang ada. Yang benar penangkapan di BTN Green Garden Desa Mpanau Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi dengan barang bukti 20 sashet narkotika sabu seberat 1.020,06 gram.

“Tersangka dan barang bukti kini diamankan di Polda Sulteng, diduga pelaku melanggar pasal 112 dan 114 Undang Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal penjara 20 tahun atau seumur hidup,” pungkasnya.

Red”

Frits Saikat, Aktivis Kemanusiaan Terkaya dari Kota Bekasi

Kota Bekasi-15-07-2025

Di tengah kota Bekasi yang dinamis, ada sosok yang menonjol dalam pelayanan kemanusiaan.

Frits Saikat, seorang aktivis kemanusiaan yang telah lama berjuang untuk membantu sesama, kini diakui sebagai salah satu aktivis terkaya di Indonesia.

Dengan dedikasi dan kasih sayang yang tak terbatas, Frits telah memberikan kontribusi besar bagi masyarakat sekitar.

Frits Saikat memulai perjuangannya sebagai seorang aktivis sukses. Namun, kesuksesan materi tidak membuatnya lupa diri. Ia memutuskan untuk menggunakan kekayaannya demi kebaikan.

Melalui berbagai inisiatif, Frits membantu para tunawisma, anak-anak kurang mampu, dan korban bencana. Setiap tindakan kecil yang dilakukannya memiliki dampak besar bagi kehidupan orang-orang yang ia bantu.

Selain bantuan finansial, Frits Saikat juga aktif dalam kegiatan sosial yang dibawah bendera Yayasan Frits Saikat Peduli sering mengadakan acara amal untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Dengan kerja keras dan strategi yang tepat, Frits Saikat berhasil menjadi salah satu dari 20 aktivis terkaya namun tetap rendah hati dan berbusana apa adanya . Hal ini membuatnya dikenal luas sebagai salah satu aktivis kemanusiaan yang paling berpengaruh.

Meski memiliki banyak tanggung jawab, Frits tidak pernah melupakan pentingnya pendidikan dan kesehatan. Ia memperjuangkan sekolah gratis dan kesehatan gratis untuk anak-anak kurang mampu.

Melalui Yayasan Frits Saikat Peduli ini, dengan selogan Bantuan 100% GRATIS dan Menolak Segala Bentuk Ucapan Terima Kasih selain Do’a, Frits berharap dapat memberikan kesempatan yang lebih baik bagi generasi muda. Pendidikan dan Kesehatan menjadi salah satu kunci utama untuk keluar dari kemiskinan dan membangun masa depan yang lebih cerah.

Frits Saikat adalah contoh nyata bahwa kekayaan bukan hanya tentang harta materi, tetapi juga tentang kebajikan hati. Dengan dedikasinya yang tak kenal lelah, ia telah memberikan inspirasi dan harapan bagi ribuan orang.

Semoga perjuangan Frits dapat terus menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal yang sama dan membuat perbedaan nyata di dunia.

Red”

Republik Keledai

_Oleh: Dominggus Elcid Li_

Kupang – Pekik Merdeka yang seharusnya lantang untuk disuarakan, kini semakin sayup-sayup terdengar. Nasionalisme populer hanya laku dalam sepakbola. Merah-putih hanya jadi tontonan. Selebihnya merah-putih hanya jadi simbol-simbol kaku yang jauh dari semangat revolusi anti kolonialisme dan anti imperialisme.

Kok bisa di tahun 2025, dan belum lagi satu abad, roh orang merdeka seakan hilang dari wajah para elit? Pertanyaan ini mengganggu banyak kalangan. Sudah pasti kalangan TNI yang patriotik nada getirnya juga sama dengan para aktivis masyarakat sipil yang sama-sama gamang karena proses bernegara kita kembali ke titik gamang. Rasa gamang adalah ungkapan kekecewaan terhadap tidak berfungsinya berbagai lembaga negara untuk menghasilkan kebijakan publik terbaik, sebaliknya malah memalukan kita secara kolektif.

*Salah di Mana?*

Di era modern, kaum terdidik bukan menjadi pionir dalam bernegara, jauh sebelum Boedi Oetomo, elit pribumi terdidik ada dalam organisasi modern KNIL. Ya, serdadu.

Kaum terdidik hanya menjadi provokator utama anti kolonial, maupun negosiator utama dalam perundingan-perundingan transisi awal di era dekolonisasi, berhadapan dengan pemerintah Belanda, Inggris, AS, serta sekian korporasi multinasional yang sudah beroperasi di Hindia Belanda sejak abad 18. Selanjutnya peran elit pemikir makin berkurang di era Soeharto. Sejak itu tentara mendapatkan panggung utama hingga hari ini di era Prabowo.

Namun ini bukan semata soal tentara vs sipil, seperti salah kira yang pernah dibayangkan di tahun 1990an, bahwa dikotomi sipil-militer akan berdampak banyak pada model pengelolaan negara. Setelah satu generasi berlalu kita juga maklum bahwa tentara yang korup tidak ada bedanya dengan sipil yang rakus. Urusan elit lapar ini tidak ada bedanya antara tentara, polisi, sipil, kaum beragama, pedagang tulen, atau profesional terdidik. Rakus ya, rakus tidak pandang bulu, ras, agama, dan etnis.

Efisiensi anggaran yang sedang dibuat oleh Presiden Prabowo gaungnya belum senada dengan gerak pemberantasan korupsi. Terlihat Presiden Prabowo gamang memberantas korupsi di tubuh anggota Koalisi Merah Putih. Budaya lama yang dibawa dalam rombongan gerbong politik sulit dihilangkan begitu saja dengan seruan atau ancaman. Kanker ganas korupsi yang melilit para elit saat ini adalah alasan keberadaan para elit sendiri. Ibarat kata seruan anti korupsi adalah seruan untuk melakukan amputasi kekuasaan politik itu sendiri.

Inti elit negara saat ini teramat keropos. Kelihatan ‘ada’ pada saat upacara kenegaraan, tetapi apa yang disebut negara itu sendiri semakin kehilangan makna. Gerak berpolitik, tanpa diimbangi dengan disiplin berpikir telah membuat seluruh proses bernegara diseret oleh proses bernegosiasi dalam sekian rantai kekuasaan. Akibatnya alat-alat negara yang dikuasai oleh para ‘pemenang Pemilu’ dengan leluasa dipakai sebagai alat bancakan.

*Tantangan Mempertahankan Republik*

Salah urus negara terjadi sekian lama, dan proses pembusukan telah terjadi hingga jenjang elit inti (core elites) negara. Jenjang kaderisasi dalam menghasilkan inti elit negara dibiarkan longgar sedemikian rupa, sehingga pejabat terpilih hanya didasarkan pada garis primordial (hubungan darah), atau yang mempunyai loyalitas buta. Ini berbeda sekali dengan cita-cita republik.

Dalam rentang 80 tahun berbagai cara diupayakan untuk mempertahankan narasi republik. Salah satu yang paling utama muncul lewat jargon NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ungkapan NKRI hanya muncul untuk mencegah pemberontakan, tetapi tidak dipakai untuk memberantas koruptor dan para penyeleweng negara.

Refleksi terhadap kekalahan rakyat dalam bernegara perlu menjadi bagian dari motif kekuasaan politik. Kebijakan pengetatan anggaran di segala lini, tidak mungkin ada efeknya jika korupsi dibiarkan. Termasuk proyek-proyek atas nama negara yang marak dan dibuat tanpa melibatkan akal sehat.

Saat ini terasa arus berlawanan dalam tubuh Kabinet Merah Putih itu sendiri yang membuat lokomotif berjalan di tempat. Presiden berujar tindak tegas koruptor. Menteri berbicara bahwa korupsi hanya bisa dikurangi, dan bukan diberantas tuntas. Bagaimana memurnikan Koalisi Merah Putih, sebagai lokomotif anti korupsi merupakan pertanyaan utama. Posisi patriot harus terus dimunculkan, dan watak predator pemangsa harus dihilangkan. Posisi ambivalen tidak mungkin diteruskan, jika ingin bergerak. Syaratnya, watak itu perlu diterjemahkan dalam gerak politik terukur.

Keberanian Presiden Prabowo untuk mengambil langkah strategis dalam memecah kebuntuan bernegara ditunggu, terutama untuk memutuskan ‘kenyataan politik’ bahwa dalam 80 tahun bernegara, elit Indonesia nasibnya selalu seperti keledai. Tersebab dungu dan tidak mau belajar, hingga selalu jatuh di lubang yang sama.

_Penulis adalah Sosiolog, peneliti IRGSC (Institute of Resource Governance and Social Change)_

Ekonomi Pancasila Bermula dari Koperasi

_Oleh: Yudhie Haryono & Agus Rizal_

Jakarta – Dari mana mula ekonomi Indonesia? Dari Koperasi (dengan K besar). Apa lembaga utama keekonomian kita? Jawabannya jelas Koperasi (dengan K besar). Karena itu, menghidupkan koperasi dan membuatnya sebagai soko guru perekonomian nasional adalah keniscayaan, cita-cita bernegara, mandat konstitusi sekaligus antiteasa dari sistem keekonomian lainnya. Tanpa koperasi, republik ini tak layak disebut Negara Pancasila. Ya, sebab Negara Pancasila itu adalah: dari koperasi, oleh koperasi dan untuk koperasi.

Ini penting. Paling penting. Sebab, di tengah derasnya arus globalisasi dan liberalisasi pasar, ekonomi Indonesia tampak seperti kapal besar yang tengah menavigasi tantangan besar tanpa arah ideologis: buram sejarah, miopik serta alpa kejeniusan. Yang ada, negara tidak hadir sebagai regulator maupun pemain yang menang, korporasi justru tumbuh sebagai kekuatan dominan, dan warga-negara menjadi objek dalam sistem yang mereka sendiri tidak kuasai. Pertanyaan mendasarnya, “siapa sebenarnya yang memiliki dan mengendalikan ekonomi nasional? Apakah ekonomi ini masih milik Indonesia, atau telah terlepas ke tangan segelintir pemilik modal dan kekuatan asing?”

Untuk menjawabnya, kita harus menengok kembali pada gagasan-gagasan asli para arsitek ekonomi bangsa: Mohammad Hatta, HB IX, Soemitro Djojohadikusumo dan Mubyarto. Empat nama besar ini mewakili spektrum pemikiran ekonomi Indonesia, dari warga-negara ke negara hingga ke pasar. Dan dari keemapatnya, kita menemukan benang merah yang penting serta sebangun: ekonomi harus melayani warga-negara, mengutamakan kepentingan nasional dan memastikan kedaulatan bangsa. Dus, ekonomi pancasila itu bersendi pada kemandirian, keberlanjutan, humanitas, kegotong-royongan, keadilan sosial, dan peradaban.

Mohammad Hatta, sejak awal dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, melihat ekonomi nasional bukan sebagai alat untuk akumulasi modal, tetapi sebagai sarana pembebasan warga-negara. Koperasi bagi Hatta bukanlah organisasi dagang biasa, melainkan bentuk perjuangan, organ perlawanan pada kolonial, antitesa sistem kapitalisme. Koperasi merupakan sistem produksi dan distribusi yang adil, partisipatif, dan menjunjung tinggi nilai kekeluargaan. Dalam kerangka berpikir Hatta, koperasi adalah jalan untuk mewujudkan sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Baginya, jika koperasi tidak diperkuat, maka ekonomi Indonesia akan dikuasai oleh kapitalisme asing, dan warga-negara akan kembali menjadi penonton.

Sementara itu, HB IX dan Mubyarto datang dengan pendekatan terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Keduanya membawa disiplin perencanaan pembangunan ekonomi makro dengan orientasi pemerataan. Mereka membangun institusi perencana, merumuskan pembangunan lima tahun, dan menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan kerangka yang logis, terukur dan terencana. Dari keduanya kita mendapati filosofi ekonomi pancasila sebagai landasan dan praktik keuangan nasional (perbangkan) sebagai alat strategis untuk menyalurkan kebijakan fiskal dan pembiayaan pembangunan.

Berbeda dengan ketiganya, Soemitro Djojohadikusumo memosisikan diri sebagai ekonom realistis-pragmatis. Ia tidak menutup pintu pada modal asing atau korporasi swasta besar, selama mereka bisa dijadikan alat untuk mempercepat industrialisasi dan pembangunan nasional. Baginya, ekonomi adalah alat kekuasaan. Ia percaya bahwa negara harus memiliki kekuatan di pasar, dan bahwa pembangunan harus digerakkan oleh institusi yang efisien dan berdaya saing, entah itu BUMN, bank negara, atau perusahaan nasional lainnya. Meskipun koperasi bukan fokus utama dalam pikirannya, Soemitro tetap melihat pentingnya membangun kekuatan ekonomi nasional yang bisa mandiri dan tidak tergantung.

Dalam konteks kekinian, Indonesia memiliki instrumen strategis yang sangat berdaya: HIMBARA. Mereka bisa diandalkan dalam usaha menyehatkan ekonomi kita serta menghalau krisis. Bank-bank milik negara seperti BRI, Mandiri, BNI, dan BTN telah menunjukkan kemampuan adaptasi yang tinggi dalam era digital, ekspansi layanan, serta mendukung program nasional seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Peran mereka sangat sentral dalam menopang sistem keuangan dan pembiayaan nasional, termasuk bagi pelaku UMKM. Justru dengan kekuatan dan jangkauan mereka saat ini, HIMBARA memiliki potensi besar untuk mengambil peran lebih dalam memperkuat ekonomi rakyat berbasis kolektif yaitu koperasi.

BRI, misalnya, yang memiliki sejarah sebagai Bank Rakyat Indonesia, bisa memperluas kembali dukungannya terhadap koperasi produksi, koperasi tani dan nelayan, hingga koperasi digital. Kemitraan strategis antara HIMBARA dan koperasi tidak hanya mungkin, tetapi harus dirancang ulang sebagai sinergi antara kekuatan negara dan kekuatan warga-negara. Inilah saatnya HIMBARA bukan hanya menjadi penyedia kredit, tapi juga pembentuk ekosistem ekonomi berbasis komunitas dan kedaulatan lokal. Dari bank, oleh koperasi dan untuk warga-negara. Inilah road-mapnya.

Maka, dalam kerangka inilah muncul gagasan strategis untuk menjembatani nilai-nilai keadilan sosial ala Hatta, pendekatan TSM ala HB IX dan Mubyarto, serta strategi kekuasaan ala Soemitro. Pikiran keempatnya disatukan dalam jalan ekonomi baru yaitu: jalan Koperasi Merah Putih.

Di sini, Koperasi Merah Putih bukanlah koperasi dalam pengertian lama. Ia bukan hanya koperasi simpan pinjam, koperasi sekolah, atau koperasi seremonial. Ia adalah entitas ekonomi warga-negara yang dibangun secara modern, profesional, dan berbasis digital. Ia terhubung dengan HIMBARA, difasilitasi negara, dan disiapkan untuk bersaing dalam rantai pasok global. Koperasi Merah Putih bergerak di sektor pangan, energi, teknologi, perikanan, logistik, bahkan fintech dan ekspor-impor. Ia bukan simbol masa lalu, tetapi kendaraan masa depan. Metoda, lembaga dan agensi canggih demi Indonesia raya dan jaya.

Dalam format ini, koperasi bukan sekadar alat bantu, tapi menjadi aktor utama. Warga-negara tidak lagi sekadar pasar, tetapi pemilik dan pelaku utama ekonomi (lokal, regional, nasional dan internasional). HIMBARA menjadi mitra utama koperasi, bukan kompetitor. Negara kembali menjalankan fungsinya sebagai pengarah, bukan hanya fasilitator dan regulator. Dan, kekuatan ekonomi nasional benar-benar tumbuh dari bawah ke atas, dari warga-negara, oleh warga-negara, untuk kedaulatan bangsa, kemodernan negara serta peradaban semesta pancasila.

Saatnya Indonesia kembali ke rumah besar negara-bangsa. Bukan rumah yang dibangun oleh pasar bebas maupun modal asing, tapi rumah yang dibangun oleh nilai-nilai gotong royong, kemandirian, dan solidaritas ekonomi. Rumah itu bernama Koperasi. Dan, dalam wajah baru yang lebih tangguh, profesional, dan berdaulat itulah kita sebut “Koperasi Merah Putih.” Ayok berani, lakukan, segerakan, kini bukan nanti.(*)

_Penulis: Yudhie Haryono (CEO Nusantara Centre) dan Agus Rizal (Ekonom Universitas MH Thamrin)_