Beranda blog Halaman 13

Aroma Busuk di Kusau Makmur! Ketua BPD Diduga Main Proyek Gelap Bersama PT ATS

Tapung Hulu, 17 Oktober 2025 —
Desa Kusau Makmur kembali menjadi sorotan publik. Viralnya pemberitaan terkait Penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara PT. Arindo Tri Sejahtera (ATS) dengan Koperasi Produsen “Indah Damai Sejahtera” kini mulai terkuak aroma busuknya.
Pasalnya, perjanjian tersebut patut diduga dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa melalui mekanisme Musyawarah Desa (Musdes) sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Lebih parah lagi, PJ Kepala Desa Kusau Makmur, Jaka, akhirnya angkat bicara setelah namanya viral di berbagai media lokal dan nasional. Dalam pesan yang beredar di grup WhatsApp Sekolah Sepak Bola (SSB) Kusau Makmur, Jaka mengungkapkan fakta mengejutkan.
Ia menulis bahwa penandatanganan koperasi tersebut dilakukan atas desakan Ketua BPD, bahkan menyebut dirinya “dipaksa” untuk menandatangani perjanjian itu.

“Saya sudah koordinasi sama Ketua BPD… kemarin Ketua BPD lah bertanggung jawab, saya dipaksa menandatangani koperasi tersebut. Katanya kalau mau dicabut, kita cabut perjanjian kerja nya,” tulis Jaka dalam pesan WhatsApp yang tersebar luas pada Jumat (17/10/2025).

Pernyataan tersebut memunculkan dugaan kuat adanya kolusi dan kepentingan pribadi yang melibatkan oknum Ketua BPD bersama pihak perusahaan PT ATS.
Sementara itu, Camat Tapung Hulu, Nuryadi, SE, menegaskan bahwa dirinya tidak berkenan menandatangani dokumen kerja sama tersebut karena dinilai menyangkut kepentingan masyarakat banyak.

“Yang namanya bentuk kerja sama PT dengan Koperasi tentu harus melalui rapat resmi, ada notulen, pembentukan koperasi yang sah, dan tokoh masyarakat yang hadir. Kalau itu tidak ada, berarti cacat hukum,” tegas Nuryadi, SE.
Aroma Lama Terkuak Kembali

Masyarakat juga masih mengingat bahwa Ketua BPD Kusau Makmur ini pernah viral beberapa tahun lalu lantaran tertangkap kamera wartawan bermain judi Gelper.
Kini, dengan munculnya dugaan keterlibatan dirinya dalam kasus perjanjian kerja sama ilegal, publik menilai figur tersebut tidak lagi pantas memegang amanah sebagai Ketua BPD.

Konsekuensi Hukum
Jika benar terbukti bahwa Ketua BPD menggunakan jabatannya untuk memaksa atau mempengaruhi pejabat pemerintah desa dalam penandatanganan kerja sama yang mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau konflik kepentingan, maka ia berpotensi dijerat dengan pasal-pasal berikut:

1. Pasal 3 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 — Penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian masyarakat. Ancaman hukuman: penjara seumur hidup atau pidana 1 hingga 20 tahun, dan denda Rp50 juta – Rp1 miliar.

2. Pasal 421 KUHP — Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat yang memaksa seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Ancaman hukuman: penjara hingga 4 tahun.

3. Pasal 55 KUHP — Keterlibatan dua pihak (penyertaan) dalam tindak pidana. Jika terbukti, baik PJ Kades maupun Ketua BPD dapat dijerat bersama-sama sebagai pelaku.

Desakan Publik

Masyarakat Kusau Makmur kini menuntut Bupati Kampar, H. Ahmad Yuzar, serta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan memproses kekisruhan ini secara transparan.
Warga berharap agar oknum Ketua BPD yang diduga terlibat permainan proyek dan pemaksaan wewenang segera dicopot dan diproses hukum, agar Desa Kusau Makmur kembali bersih dari kepentingan pribadi yang mencederai kepercayaan publik.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi aparatur desa bahwa jabatan bukan untuk memperkaya diri, melainkan mengabdi pada rakyat. Jika benar ada permainan di balik meja antara oknum BPD dan PT ATS, maka publik menanti langkah tegas Bupati Kampar dan APH dalam menegakkan supremasi hukum di Tapung Hulu. (Tim / red).

Permohonan Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Diabaikan, Wilson Lalengke Desak Kepala BPN Depok Dicopot

Jakarta – Persoalan lahan seluas 27 hektar di Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, masih belum terselesaikan meskipun memiliki dasar hukum yang jelas. Lahan tersebut, yang awalnya diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat, atau dikenal juga sebagai SK Kinag (Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria), No. L.R. 36/D/VIII/54/72, sah dan memiliki kekuatan hukum tetap.

Hak kepemilikan ini didukung oleh Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. Pasal 19 UUPA mengamanatkan negara untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah melalui penerbitan sertifikat. Namun, kepastian hukum tersebut tampaknya diabaikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok. Para pemilik sah, ahli waris penerima SK Kinag, terus menghadapi hambatan dan pengabaian birokrasi.

Para warga yang umumnya adalah petani, yang memperoleh tanah dari Gubernur pada tahun 1972 dan membayar kepada negara sesuai dengan SK Kinag itu, kemudian dipaksa menjual sebagian tanahnya kepada Kementerian Kesehatan (Depkes) di bawah tekanan. Mereka yang menolak menjual tanahnya menerima stigma negatif, dan SK Kinag diturunkan statusnya menjadi Girik melalui surat keputusan bupati, yang diduga dipengaruhi oleh pejabat berseragam dan personel BPN Bogor saat itu.

Hal itu disampaikan kuasa pendamping para korban, Rita Sari, kepada jaringan media se-Tanah Air, pada Selasa, 14 Oktober 2025. “Warga pemilik SK Kinag menjadi korban kezoliman akibat perilaku oknum aparat BPN yang mengabaikan permohonan mereka mendapat pelayanan sebagaimana mestinya. Kondisi ini menjadikan warga bingung dan resah sehingga mengadukan nasibnya kepada saya sebagai pewarta warga,” ungkap Rita Sari.

Meskipun terjadi ketegangan di masa lalu, lanjut Rita Sari, kini telah terjadi perdamaian antara pensiunan Depkes dan ahli waris. Depkes telah mengembalikan SK Kinag kepada pemilik yang sah, dan surat kuasa telah diberikan kepada Idris bin Muhayat, salah satu ahli waris, untuk memfasilitasi konversi SK Kinag menjadi sertifikat tanah resmi.

“Idris bin Muhayat telah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan sertifikasi. Pada tahun 1979–1980, dilaporkan telah diterbitkan 67 sertifikat, dengan hanya 18 yang diserahkan kepada ahli waris. Sertifikat-sertifikat yang tersisa diyakini dipegang oleh BPN Bogor atau BPN Depok, namun belum ada kemajuan dalam penyerahannya kepada yang bersangkutan,” beber Rita mengutip keterangan Idris sebagai perwakilan warga.

BPN Depok terlihat tutup mata dan tetap tidak responsif terhadap para pemilik SK Kinag. Surat dari pemerintah daerah dan kementerian diabaikan. Dan, upaya jurnalis untuk meliput masalah ini justru ditanggapi dengan permusuhan, termasuk pemblokiran telepon dan larangan wawancara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang integritas dan transparansi layanan publik.

Keadaan tambah rumit karena banyak warga telah kehilangan hak atas tanah mereka akibat pembangunan jalan tol. Kepala BPN Depok saat ini mengaku tidak mengetahui masalah ini dan belum memulai dialog dengan ahli waris atau pemangku kepentingan lainnya. Sementara itu, oknum-oknum yang tidak berwenang terus merambah tanah tanpa dasar hukum, dan laporan menunjukkan para maa tanah telah menyusup ke dalam operasional BPN.

Pertanyaannya: bagaimana nasib para pemilik SK Kinag jika BPN terus menghalangi penerbitan sertifikasi? Meskipun telah mengajukan permohonan hampir lima bulan yang lalu, para ahli waris belum menerima tanggapan. Prosesnya diduga masih “dalam peninjauan”.

Idris bin Muhayat, sebagai warga negara Indonesia, merasa hak-haknya ditangguhkan tanpa alasan yang jelas. Gubernur Dedi Mulyadi telah melaporkan masalah ini kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tetapi terkesan diabaikan dan acuh tak acuh. Jika rakyat tidak dapat memperoleh keadilan melalui jalur resmi, ke mana lagi mereka dapat meminta bantuan pelayanan di negeri ini?

Situasi tersebu menuntut perhatian segera. Akankah Presiden turun tangan untuk mendukung warga negara yang telah menunggu kejelasan selama puluhan tahun? Haruskah hak-hak rakyat dikorbankan karena pejabat yang tidak bertanggung jawab dan kelalaian sistemik?

Menanggapi kasus ini, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, menyatakan sungguh prihatin atas tindak-tanduk pejbata BPN yang tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dalam melayani masyarakat. Untuk itu, pria yang baru-baru ini tampil berpidato di PBB terkait hak asasi manusia dan perlindungan masyarakat lemah, mendesak agar Kepala BPN Depok, Budi Jaya, diganti.

“Saya sangat prihatin dengan kondisi semacam itu ya. Menurut saya pejabatnya tidak mampu bekerja melayani rakyat, dan sudah seharusnya Kepala BPN yang begini segera dicopot, ganti dengan yang bisa melayani masyarakat. Kepala BPN Depok adalah ASN yang digaji dari uang rakyat yang ditugaskan negara mengurus kepentingan rakyat. Kalau si Kepala BPN tidak bisa melayani masyarakat, untuk apa dia ada dan menjabat di situ? Makanya harus diganti!” tegas Wilson Lalengke. (RTA/Red)

Satreskrim Polresta Banyumas Tangkap Ayah Tiri Pelaku Dugaan Pencabulan Anak

Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Banyumas berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di wilayah Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas.

Kapolresta Banyumas Kombes Pol Dr. Ari Wibowo, S.I.K., M.H., melalui Kasat Reskrim Kompol Andryansyah Rithas Hasibuan, S.H. S.I.K., menyampaikan, tersangka berinisial HS (56), warga Kelurahan Grendeng, diduga melakukan perbuatan cabul terhadap anak tirinya sendiri yang masih berusia 16 tahun

“Kasus ini terungkap setelah ibu korban melapor ke SPKT Polresta Banyumas pada 30 September 2025. Tim Satreskrim langsung melakukan penyelidikan hingga akhirnya mengamankan tersangka pada tanggal 14 Oktober 2025 sekitar pukul 17.00 wib,” terangnya.

Peristiwa itu diduga terjadi pada awal Mei 2024 di garasi rumah korban di kawasan Grendeng. Saat itu korban sedang mengambil air minum, tiba tiba pelaku datang dan melakukan tindakan tidak senonoh. Korban sempat melawan dan melaporkan perbuatan pelaku kepada ibunya, yang kemudian ibu korban membawa perkara ini ke pihak kepolisian.

Dari hasil penyidikan, petugas juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa pakaian yang digunakan korban saat kejadian.

“Kami sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk korban dan pihak keluarga. Saat ini tersangka ditahan di Mapolresta Banyumas untuk proses hukum lebih lanjut dengan dijerat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara,” jelasnya.

Red”(PID Presisi Humas Polresta Banyumas).

Mafia BBM Bersubsidi Guncang Simpang Granit! Dugaan Penimbunan Terstruktur Terbongkar, Pakar Hukum Desak Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu!

Indragiri Hulu, Riau — Praktik gelap penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali mencoreng wajah distribusi energi nasional. Investigasi gabungan LSM dan awak media menguak keberadaan gudang misterius di kawasan Simpang Granit, Kabupaten Indragiri Hulu (INHU) yang diduga kuat menjadi sarang mafia BBM bersubsidi.

Penggerebekan investigatif yang dilakukan Jumat (17/10/2025) itu menemukan fakta mengejutkan: di dalam gudang tampak tangki berkapasitas besar sekitar 16.000 liter berlogo Pertamina Industri milik PT Fattan Anugrah Sajagat, berwarna putih dengan kombinasi biru tua. Tak jauh dari lokasi, truk tangki bernomor polisi BM 8613 NO bertuliskan “Pertamina Industri” juga terparkir — diduga menjadi kendaraan utama pengangkut BBM hasil penyimpangan.

Dari pantauan lapangan, aktivitas bongkar muat dilakukan secara rutin hingga larut malam. Sejumlah sumber menyebutkan, gudang tersebut dikelola oleh seseorang berinisial N/S, dibantu Eka (supir) dan Toni (pengawas lapangan). Sedangkan pemilik besar jaringan ini disebut-sebut berada di Pekanbaru, berinisial B.

BBM bersubsidi yang ditampung di lokasi itu diduga disedot dari beberapa SPBU resmi, kemudian disalurkan menggunakan truk tangki menuju gudang penampungan lain di Pekanbaru — bagian dari rantai distribusi ilegal yang telah berlangsung lama.

Selama beberapa jam pemantauan, tim menemukan pola kerja pemindahan BBM dari baby tank ke truk tangki secara berulang tanpa kehadiran aparat atau izin resmi. Indikasinya jelas: bukan sekadar gudang penyimpanan, melainkan pusat operasi distribusi ilegal berskala besar.

Menanggapi temuan tersebut, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Dr. Ahmad Rizky, S.H., M.H., menegaskan bahwa praktik penimbunan BBM bersubsidi merupakan kejahatan serius dan harus mendapat tindakan hukum tegas.

“Penimbunan BBM bersubsidi jelas melanggar hukum. Ini bukan pelanggaran ringan, melainkan kejahatan terstruktur yang merugikan negara dan rakyat. Subsidi yang seharusnya membantu masyarakat kecil justru dikorupsi oleh segelintir oknum yang tamak,” tegas Prof. Ahmad dalam Webinar Pemberdayaan ESDM, Jakarta, 13 September 2025.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa modus ini biasanya dilakukan secara sistematis dan terencana, mulai dari pengambilan di SPBU hingga penimbunan di gudang gelap.

“Semua pihak yang terlibat, baik pelaku lapangan maupun penyandang dana, dapat dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana berat,” tambahnya.

Desakan Publik: Tegakkan Hukum, Bersihkan Mafia Energi!
Temuan ini memicu kemarahan publik. Masyarakat dan aktivis antikorupsi mendesak pihak kepolisian, Pertamina, dan aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki dan menindak tegas jaringan mafia BBM bersubsidi di wilayah Riau tersebut.

Banyak pihak menilai, kejahatan terhadap energi bersubsidi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Ulah mafia ini menyebabkan kelangkaan buatan, antrean panjang di SPBU, dan inflasi harga kebutuhan pokok di berbagai daerah.

Masyarakat diimbau tetap waspada dan segera melaporkan setiap aktivitas penimbunan atau penjualan BBM bersubsidi yang tidak wajar kepada aparat berwenang.

“Negara harus hadir. Penegakan hukum yang kuat akan menjadi peringatan keras bagi oknum-oknum yang mencoba memperkaya diri di atas penderitaan rakyat kecil,” ujar salah satu aktivis lokal di Indragiri Hulu.

📍 Lokasi: Simpang Granit, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau

Red”

HUKUM MANDUL di JAGAKARSA: Penjual Pil Koplo Leluasa Bebas, Diduga Bos Besar DAMAR Main Mata dengan Polres dan Dinas Kesehatan

JAKARTA SELATAN,
19/10/2025. Praktik jual beli Pil Koplo atau Obat Keras daftar G tanpa izin resmi kembali terendus di wilayah Jakarta Selatan. Di balik warung kelontong sederhana di kawasan Jagakarsa, tersimpan bisnis gelap penjualan obat-obatan keras jenis Tramadol dan Hexymer yang dikemas dalam klip plastik kecil dan dijual bebas kepada siapa saja.

Dalam wawancara langsung tim media dengan penjaga toko bernama Reja (Eksimal), terungkap bahwa kegiatan ilegal ini telah berjalan setidaknya dua bulan terakhir. Ia mengaku hanya sebagai pekerja dengan upah Rp1 juta per bulan, termasuk uang makan.

“Minimal udah dua bulan,” ujar Reja. “Saya cuma kerja di sini, gajinya satu juta sebulan sama uang makan.”

Satu klip Hexymer berisi enam butir dijual Rp7.000, sementara satu lempeng Tramadol dilepas seharga Rp30.000. Dalam sehari, omzet toko bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta, terutama di akhir pekan.

Yang lebih mengejutkan, Reja menyebut bahwa aktivitas ini diketahui oleh pihak lingkungan setempat, bahkan diduga mendapat “perlindungan” dari oknum aparat dan pihak lain.

“Dari RT-nya, RW-nya itu tahu,” katanya.

“Ada inisial IM oknum dari Polres Jakarta Selatan. Saya sudah kordi bang,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia mengaku bahwa oknum dari Dinas Kesehatan juga kerap datang dan menerima “uang rokok” saat melakukan kunjungan rutin.

“Sebulan sekali datang, pakai baju batik. Dikasih seratus ribu,” ujarnya.

Reja juga sempat diamankan pihak kepolisian, namun selalu dilepaskan kembali tanpa proses hukum.

“Pernah ditangkap orang Polsek Jagakarsa, tapi dilepas lagi. Mungkin urusan bos,” katanya.

Ia menyebut bos besar bernama Damar, yang mengendalikan jaringan penjualan obat keras di beberapa titik wilayah Jagakarsa.

“Bosnya dengan sebutan Bang Damar. Banyak toko lain juga, beda-beda tempat,” jelasnya.

Praktik penjualan obat keras tanpa izin melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 196 dan Pasal 197, yang menegaskan bahwa setiap orang yang memperjualbelikan obat keras tanpa izin edar atau tanpa keahlian dapat dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.

Selain itu, kegiatan semacam ini juga menyalahi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017, yang menegaskan bahwa obat keras hanya boleh dijual di apotek dengan resep dokter dan di bawah pengawasan tenaga farmasi.

Lebih ironis lagi, bila benar ada keterlibatan oknum aparat, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menegaskan dalam Pasal 13 dan Pasal 14 bahwa tugas utama kepolisian adalah melindungi, mengayomi, dan menegakkan hukum, bukan melindungi pelaku kejahatan.

Jika terbukti, keterlibatan tersebut juga dapat dijerat dengan Pasal 421 KUHP, yakni penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang melakukan tindakan bertentangan dengan hukum demi keuntungan pribadi atau pihak lain.

Kasus ini memperlihatkan celah pengawasan yang lemah serta dugaan adanya “main mata” antara oknum aparat, oknum dinas, dan pelaku lapangan. Alih-alih diberantas, bisnis obat keras justru terus tumbuh di tengah masyarakat.

Tim Media akan terus menelusuri jaringan di balik praktik ilegal ini serta meminta Polda Metro Jaya sampai ke Mabes Polri, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dan BPOM untuk segera menindaklanjuti temuan di lapangan.

(RedaksiTim)

Penyitaan Aset Rumah Tersangka MRC di Jakarta Selatan Seluas 557 Meter Persegi Perkara Minyak Mentah Pertamina

Tim Penyidik Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah melaksanakan penyitaan terhadap 1 (satu) bidang tanah beserta dan bangunan yang diduga merupakan hasil dan/atau sarana kejahatan atas nama Tersangka MRC.
Penyitaan ini dilakukan berkaitan dengan perkara Dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal perkara korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2012 sampai dengan tahun 2023.
Adapun benda/barang yang dilakukan Penyitaan yaitu berupa 1 (satu) bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 557 m2 yang beralamat di Jalan Hang Lekir XI Blok H/2, Kelurahan Gunung, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Provinsi Daerah Khusus Jakarta, atas hak berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1635 atas nama Kanesa Ilona Riza yang merupakan anak dari Tersangka MRC.
Terhadap barang sitaan tersebut nantinya akan dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dalam perkara Korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2012 sampai dengan tahun 2023;

Jakarta, 18 Oktober 2025
KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM

Red”ANANG SUPRIATNA, S.H., M.H.

Transparansi Anggaran dipertanyakan: Undangan Diklat Koperasi Desa Merah Putih di Simalungun Menuai Kritik

Simalungun — Sebuah undangan pelatihan yang ditujukan kepada para Pangulu (Kepala Desa) se-Kabupaten Simalungun dalam acara Diklat Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang akan diselenggarakan pada 20-22 Oktober 2025, telah memicu reaksi keras dari publik. Undangan yang dikeluarkan oleh Sarana Konsultan Diklat Nasional ini dipertanyakan terkait efektivitas dan efisiensi anggaran, serta siapa sebenarnya yang berwenang mengundang para Pangulu.

Publik menilai bahwa undangan ini tidak tepat, terutama karena yang mengeluarkannya bukan berasal dari Pemkab Simalungun. Banyak yang bertanya-tanya tentang tujuan sebenarnya dari pelatihan ini dan bagaimana penggunaan anggaran yang akan dilakukan.

“Mana mungkin Pemkab Simalungun tidak tahu tentang kegiatan ini, Rp 5 juta untuk biaya pelatihan Mahal sekali Apakah ada permainan di balik ini?” Ungkap Ketua BEM STAI Panca Budi Nia Ramadhani Damanik, CPM bersama Sekretaris Bennico Dwi Artha dan beberapa Mahasiswa STAI Panca Budi Perdagangan, kepada awak media ini di STAI Panca Budi Perdagangan. Sabtu (18/10/2025).

Masih diungkapkan Nia Ramadhani Damanik, CPM, Pangulu se-Kabupaten Simalungun diundang pelatihan, tapi siapa yang mengundang? Ini sangat tidak transparan.

“Kita butuh pelatihan yang bermanfaat, bukan hanya untuk menghabiskan anggaran, Harusnya Pemkab Simalungun yang mengawasi kegiatan ini, bukan pihak luar.”ungkap Ketua BEM STAI Panca Budi Perdagangan.

Hal senada diungkapkan Sekretaris BEM STAI Panca Budi Perdagangan Bennico Dwi Artha, Tujuan pelatihan ini apa sebenarnya, Apakah untuk kepentingan masyarakat atau hanya untuk menguntungkan pihak tertentu.

“Kita perlu meminta klarifikasi dari Pemkab Simalungun tentang kegiatan ini, ini bukan soal biaya, tapi soal transparansi dan akuntabilitas.”Ungkap Bennico Dwi Artha.

Kritik dan pertanyaan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran di Kabupaten Simalungun. Belum lama ini, terdapat kasus dugaan penyalahgunaan anggaran dan KKN di beberapa Nagori yang juga menjadi perhatian publik.

Red”

Truk Tangki BBM Jenis Solar, Terjatuh ke Sungai. Seorang Sekuriti PT. SBJ Tewas Tertimpa,

Lebak ” – TB. Endin, Eks Humas PT. Samudera Banten Jaya (SBJ) mengatakan, perusahaan tambang emas tersebut, saat ini diduga sudah di kuasai oleh oknum Parcok. Berbintang pungkasnya

Selain oknum Parcok, sejumlah Kepala Desa di Wilayah Kecamatan Cibeber dan Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, diduga ikut membekingi dan ikut menambang. Demikian diungkapkan TB. Endin, pasca jatuh nya truk BBM jenis solar ke sungai di Blok Cipicung, Kecamatan Cibeber, baru – baru ini, hingga merengut nyawa Aldi, petugas keamanan di perusahaan tambang emas PT.SBJ, akibat tertimpa truk yang jatuh ke Sungai.

Tahun 2023 bulan November satu tahun sampai 2024, saya diperiksa sampai adanya putusan pengadilan, denda Rp.3 milyar. Sekarang SBJ sudah dikuasai oknum Parcok, yang di lokasi diberdayakan H. IKM. Cuma memang Kegiatan nya tidak sesuai SOP” ungkap TB. Endin.

Menurutnya, Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) yang digaungkan 7 kades di lahan PT. SBJ, akan dinaungi dalam wadah koperasi tambang. Menurutnya, hal tersebut, tidak akan mungkin bisa, dan pemilik lahan tidak mungkin memberikan lahan mereka.

Apalagi koperasi untuk pertambangan, ijin pertambangan itu harus pemerintah pusat yang mengeluarkan ijin nya. Di Kecamatan Cibeber itu, lahan untuk pertambangan IUP nya PT SBJ, PT. MUK, PT. FINO dan PT. CUS. Jadi mustahil IPR dinaungi koperasi. Jadi jelas saat ini yang di kuasai Parcok juga tambang ilegal,” tegas Eks Humas PT SBJ, pekan kemarin.

Dikonfirmasi pada Jum’at 17 Oktober 2025, soal adanya aktivitas tambang emas di lokasi PT. SBJ seiring adanya pasokan BBM jenis solar, hingga terjadi kecelakaan di jalur distribusi dan merengut nyawa Aldi petugas keamanan.

Nurjaya alias Ibo Humas PT. SBJ terkesan enggan memberikan keterangan dan memilih bungkam, terlebih saat disinggung soal adanya pasokan BBM jenis solar diduga ilegal, dipasok ke PT. SBJ.

Dikutip dari media online, Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di lahan PT Samudera Banten Jaya (SBJ), menuai sorotan.
Pihak SBJ sendiri mengklaim, belum melaksanakan kegiatan penambangan atau belum beroperasi, baru sebatas pembenahan lahan.

Seperti disebutkan kalangan kades, ada 5 hektar lahan PT SBJ, yang diijinkan untuk penambangan rakyat.

Namun demikian, Humas PT SBJ, Nurjaya Ibo, menyatakan pihaknya tak pernah memberikan ijin kepada warga penambang atau PETI.

“Tidak benar, kami tidak pernah menyerahkan tanah kepada masyarakat atau ke pihak desa, tanya lagi ke pak Kades,” ujar Nurjaya alias Ibo, Jum’at 27 Juni 2025 lalu.

Hingga berita ini di publish, Ungkap Publik masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari pihak – pihak terkait lainnya.(Red)

Lebih lanjut masyarkat sekitar PT SbJ mengaku, ini waktu di cikupa Desa Cibeber Kec Cibeber yang dikuasai sama H.Ikam dikordinasikan satu hari satu malam Rp 300.000.000, (tiga ratus juta rupiah) dan kita melihat bahwa ada delapan oknum Brimob . difungsikan sebagai keamanan di tambang emas tersebut. masyarakat kecil atau gurandil tidak bisa masuk hanya orang yang berduit saja ujarnya

Jurnalis | Dani saeputra

Syahwat Kerakusan Akan Berhenti Saat Ajal Sudah Sampai di Kerongkongan

Oleh : Dede Farhan Aulawi

Kerakusan adalah salah satu sifat dasar manusia yang sulit dikendalikan. Ia tidak hanya berkaitan dengan harta dan kekuasaan, tetapi juga dengan ambisi yang tak pernah puas. Manusia seringkali terjebak dalam lingkaran nafsu duniawi yang tiada ujung, seolah waktu dan kesempatan akan terus tersedia untuk memuaskan semua keinginan. Namun, semua itu akan berhenti ketika ajal datang menghampiri. Saat napas sudah tersangkut di kerongkongan, dan dunia yang dikejar tak lagi berarti apa-apa.

Syahwat kerakusan tumbuh dari rasa takut kehilangan dan keinginan untuk memiliki lebih. Orang yang dikuasai oleh kerakusan tidak akan pernah puas. Setiap pencapaian hanya menjadi batu loncatan menuju keinginan berikutnya. Ia menimbun kekayaan, memperluas kekuasaan, bahkan mengorbankan moral dan kemanusiaan demi memenuhi ambisi pribadinya. Padahal, hakikat hidup bukanlah tentang seberapa banyak yang dikumpulkan, melainkan seberapa banyak yang dimanfaatkan dan dibagikan untuk kebaikan.

Ketika ajal mendekat, semua yang diburu dengan penuh keserakahan akan tampak sia-sia. Rumah megah, jabatan tinggi, atau kekayaan melimpah tidak lagi bisa menolong. Saat napas tersengal di ujung tenggorokan, barulah manusia sadar bahwa semua harta dan kedudukan hanyalah titipan yang tak bisa dibawa mati. Di hadapan kematian, kerakusan berhenti dengan sendirinya, sebab tubuh yang lemah dan jiwa yang terpisah dari raga tidak lagi memiliki daya untuk mengejar dunia.

Kesadaran ini seharusnya muncul jauh sebelum maut menjemput. Manusia perlu memahami bahwa mengendalikan syahwat kerakusan adalah bentuk tertinggi dari kebijaksanaan. Hidup yang sederhana, penuh syukur, dan bermanfaat bagi sesama jauh lebih bermakna daripada hidup dalam kejaran ambisi tanpa ujung. Karena pada akhirnya, semua manusia akan menuju ke tempat yang sama, yaitu tanah yang dingin dan sunyi di mana tak ada lagi ruang bagi kerakusan.

Data Transportasi Publik yang Menguntungkan di Dunia

Oleh : Dede Farhan Aulawi

Transportasi publik merupakan salah satu sektor vital dalam pembangunan kota modern. Selain berfungsi sebagai sarana mobilitas masyarakat, sistem transportasi publik yang efisien juga terbukti memberikan keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi negara-negara di dunia. Data global menunjukkan bahwa investasi pada moda transportasi publik—seperti kereta bawah tanah, bus rapid transit (BRT), trem, dan kereta komuter mampu menghasilkan multiplier effect yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kota dan kualitas hidup warganya.

Salah satu contoh paling menguntungkan adalah sistem metro di Tokyo, Jepang, yang setiap harinya melayani lebih dari 8 juta penumpang. Tingkat ketepatan waktu mencapai lebih dari 99%, menjadikannya salah satu sistem paling efisien di dunia. Pendapatan utama berasal dari tarif penumpang, namun keuntungan sebenarnya datang dari integrasi bisnis properti dan ritel di sekitar stasiun. Model bisnis “rail + property” ini menghasilkan keuntungan besar bagi operator seperti Tokyo Metro dan JR East, sekaligus menciptakan kawasan ekonomi baru yang ramai dan bernilai tinggi.

Di sisi lain, Hong Kong MTR menjadi contoh terbaik transportasi publik yang benar-benar menguntungkan secara finansial. Menurut laporan keuangan tahunan MTR Corporation, lebih dari 60% laba bersihnya justru berasal dari pengelolaan properti di sekitar jaringan rel. Dengan menggabungkan transportasi dan pengembangan kota, MTR berhasil menjadi salah satu operator kereta paling menguntungkan di dunia, tanpa harus bergantung besar pada subsidi pemerintah.

Singapura juga menunjukkan efisiensi tinggi dalam pengelolaan transportasi publik. Melalui sistem integrasi tarif elektronik (EZ-Link) dan jaringan yang saling terhubung antara MRT, bus, dan taksi, produktivitas tenaga kerja meningkat karena waktu perjalanan lebih singkat. Pemerintah menghitung bahwa efisiensi waktu dari sistem ini setara dengan peningkatan PDB hingga 2–3% per tahun, sebuah nilai yang jauh melampaui biaya operasional transportasi itu sendiri.

Di Eropa, Zurich dan Copenhagen menonjol sebagai kota dengan sistem transportasi publik yang menguntungkan secara sosial dan ekologis. Meski tidak selalu mencatatkan keuntungan finansial langsung, efisiensi dan penurunan emisi karbon yang dicapai sistem transportasi mereka memberikan “keuntungan bersih” dalam bentuk kesehatan publik yang lebih baik, kualitas udara yang meningkat, serta pengurangan biaya sosial akibat kemacetan dan polusi.

Dari berbagai data tersebut, dapat disimpulkan bahwa banyak transportasi publik yang menguntungkan. Tidak hanya diukur dari sisi keuangan, melainkan juga dari return on investment terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial. Negara-negara yang sukses menjadikan transportasi publik sebagai motor penggerak pembangunan biasanya memiliki tiga ciri utama:

– Integrasi lintas moda dan tata ruang kota.

– Pemanfaatan data digital dan sistem pembayaran cerdas.

– Kebijakan tarif yang seimbang antara aksesibilitas publik dan keberlanjutan finansial.

Dengan pendekatan semacam itu, transportasi publik bukan lagi sekadar alat mobilitas, melainkan investasi strategis yang menguntungkan bagi masa depan kota dan generasi mendatang.