JAKARTA (16/07) – Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau lebih dikenal dengan Wanaartha Life hingga kini masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pasca keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha perusahaan tersebut, sebanyak 45 nasabah pemegang polis Asuransi Wanaartha Life/WAL tengah melayangkan gugatan di PN Jakarta Selatan.
Sidang dengan nomor Perkara : 773/Pdt.G/2023/PN.Jaksel yang menurut jadwal seharusnya berlangsung di ruang sidang Mudjono SH pada Selasa (16/07) 2024 ditunda pekan depan lantaran ada pergantian Ketua Majelis Hakim.
Dari 45 Penggugat, termasuk PT. Holocad Indonesia dan PT. Jaya Investama Propertindo telah mengajukan gugatan perkara Perbuatan Melawan Hukum sejak 4 Agustus 2023 silam. Menariknya pada kasus ini, pada sidang sebelumnya, (09/7/2024) saksi Juliana Pauli, di hadapan majelis hakim mengatakan, Tim likuidasi Wanaartha dibentuk oleh ‘buronan’ melalui rapat sirkuler.
“Salah seorang tim likuidasi merupakan mantan karyawan Wanaartha Life bernama Sherly, dulunya sempat menjabat sebagai Divisi Investasi merangkap BOD Office. Selain itu Ketua Tim likuidasi Wanaartha diduga tidak bersertifikat likuidator. Tim likuidasi bentukan pemegang saham adalah buronan yang tidak dapat bekerja secara objektif dan adil dalam membela kepentingan pemegang polis,” ungkap Juliana Pauli.
Sementara itu, salah satu saksi pada sidang kali ini, Johan Kwang yang diwawancarai awak media dikala menunggu jadwal persidangan, mengungkapkan fakta pendukung bahwa sampai saat ini, tim likuidasi hanya membagikan kurang dari 1 persen (1%) dana ke pihak nasabah. “Belum ada upaya yang dilakukan tim likuidasi mencari aset Wanaartha, baik itu upaya gugatan perdata maupun pidana, padahal mereka sudah melakukan audit,” terang Johan Kwang kepada awak media (Selasa (16/07) 2024 di PN Jakarta Selatan.
Ia juga mengungkapkan, sebagai korban dan selaku pemegang Polis, hingga kini pihaknya hanya memperoleh tidak sampai 1 persen (di bawah 1 persen). Padahal, menurutnya, pihak OJK mestinya bisa melakukan penanganan hukum, bukan hanya mengurus sisa-sisa harta atau jaminan asuransi yang tidak sampai 1 persen diberikan kepada nasabah.
Ia menegaskan, Tim likuidasi tidak berkompeten menjalankan tugasnya dan terkesan malah melindungi kepentingan buronan. “Padahal sudah ditetapkan 7 (tujuh) orang tersangka oleh pihak Mabes Polri, namun belum ada satupun diamankan atau ditahan,” ungkapnya.
Menurut pengakuanya, pernah ada surat yang dikeluarkan tim likuidasi, menyatakan bahwa dengan menyetujui likuidasi, maka nasabah melepaskan haknya dan tidak akan menggugat tim likuidasi lagi. Nasabah juga diwajibkan ikut voting. Bagi yang voting setuju, akan dibayarkan tagihannya dan bagi yang voting tidak setuju, tagihannya akan dikeluarkan.
” Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan likuidasi dan sangat merugikan pemegang polis, hingga menyebabkan pemegang polis melakukan protes keras ke OJK. Jika kami selaku nasabah tidak memperoleh keadilan dan perlindungan hukum, sebaiknya bubarkan saja OJK,” tegasnya.
Lebih lanjut Kwang mengatakan, Tim Likuidasi diangkat oleh OJK, dari awal tidak ada kepercayaan, tidak transparan dalam membela kepentingan nasabah karena diusulkan oleh oknum PS yang mana sebelum dibentuk sudah red notice atau dinyatakan sebagai buronan oleh pihak kepolisian.
“Kok bisa Tim Likuidasi dibentuk oleh buronan. Sedangkan, hasil pemegang saham pengendali, darimana OJK bisa mencari buronan ? Ini aneh bin ajaib,” ujarnya penuh tanda tanya.
Akibat kejadian itu, Kwang mengaku, para pemegang polis melayangkan gugatan di PN Jakarta Selatan. Di tempat yang sama, Kuasa Hukum para penggugat, Dr. Benny Wullur SH, MH.Kes mengatakan, sidang ditunda lantaran ada pergantian Ketua Majelis Hakim.
Sebelumnya marak diberitakan, awal mula masalah Wanaartha Life muncul ke permukaan seiring dengan penyidikan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dalam perkembangan penyidikan Jiwasraya, Kejaksaan Agung memerintahkan pemblokiran ratusan rekening efek, yang salah satunya adalah milik Wanaartha Life.
Berdasarkan surat manajemen WanaArtha Life yang dikirimkan kepada para nasabahnya pada Rabu (12/2/2020), terungkap informasi mengenai pemblokiran tersebut. Atas kejadian tersebut, WanaArtha Life pun secara terbuka menyatakan belum dapat memenuhi kewajiban dan hak pemegang polis. Perusahaan berkomitmen menindaklanjuti permasalahan tersebut dan akan segera membayar kewajiban kepada pemegang polis secara bertahap. Namun hingga kini janji tersebut belum dipenuhi secara keseluruhan, menyebabkan nasabah mengajukan gugatan di PN Jakarta Selatan. (Nik)