” Ancaman dari robot dan AI terhadap jutaan lapangan kerja adalah isu serius yang semakin relevan di era transformasi digital saat ini. Hal ini mengingat pertimbsngan Efisiensi dan Produktivitas Tinggi. Robot dan AI bisa bekerja lebih cepat, akurat, dan tanpa henti. Hal ini membuat perusahaan memilih otomatisasi untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi “, ujar Pemerhati Teknologi Digital Dede Farhan Aulawi di Bandung, Senin (8/9).
Hal tersebut ia sampaikan dalam seminar perkembangan teknologi dan ancaman potensi hilangnya lapangan kerja. Menurutnya, kemampuan AI yang semakin luas, tidak hanya menggantikan pekerjaan fisik (seperti di pabrik), tetapi juga pekerjaan kognitif seperti analisis data, pelayanan pelanggan, bahkan penulisan dan desain.
Begitupun dengan pertimbangan pengurangan biaya operasional. Menggaji manusia dinilai lebih mahal dibandingkan merawat sistem otomatis. Oleh karenanya, dalam jangka panjang, otomatisasi menjadi lebih menguntungkan secara ekonomi bagi perusahaan.
Adapun sektor yang paling terdampak, adalah :
– Manufaktur, dimana Robot menggantikan pekerja pabrik dalam perakitan, pengemasan, dan logistik.
– Transportasi, dimana Mobil tanpa pengemudi (self-driving) bisa menggantikan supir taksi, truk, dan ojek online.
– Ritel dan Layanan Pelanggan, dimana Kasir digantikan oleh mesin self-checkout dan chatbot.
– Administrasi dan Entri Data, dimana Otomatisasi mampu memproses dokumen dan input data lebih cepat.
– Keuangan dan Hukum, dimana AI digunakan untuk audit, prediksi pasar, bahkan analisis kontrak hukum.
Pada kesempatan tersebut, Dede juga menjelaskan bahwa menurut World Economic Forum (WEF), otomatisasi diperkirakan menggantikan 85 juta pekerjaan global pada tahun 2025, tetapi juga menciptakan 97 juta jenis pekerjaan baru. Di Indonesia, pekerjaan dengan keterampilan rendah dan menengah berisiko tinggi digantikan, seperti operator mesin, kasir, dan staf administrasi.
Kemudian, ia pun memaparkan solusinya yaitu :
– Reskilling dan Upskilling, dimana pekerja harus belajar keterampilan baru yang dibutuhkan di era digital, seperti data science, coding, desain UI/UX, atau digital marketing.
– Pendidikan dan Pelatihan Vokasional. Pemerintah dan institusi pendidikan perlu menyesuaikan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan industri masa depan.
– Mendorong Kewirausahaan Digital. Dorongan untuk menciptakan bisnis berbasis teknologi dapat membuka lapangan kerja baru.
– Pengaturan Regulasi dan Etika AI. Pemerintah perlu membuat regulasi yang menjamin transisi yang adil dan perlindungan bagi pekerja yang terdampak otomatisasi.
” Dengan demikian, AI dan otomatisasi memang membawa potensi ancaman terhadap jutaan lapangan kerja, terutama pekerjaan yang bersifat rutin dan manual. Namun, jika dihadapi dengan strategi yang tepat, seperti peningkatan keterampilan, transformasi pendidikan, dan dukungan kebijakan, maka potensi negatifnya bisa diminimalisir, bahkan bisa menciptakan peluang baru. Tantangan ini bukan hanya tentang kehilangan pekerjaan, tapi tentang transformasi dunia kerja “, pungkasnya mengakhiri paparan.
Redaksi”