November 22, 2024
IMG-20240419-WA0052

Semua bermula ketika Israel menyerang sebuah fasilitas yang ada di area gedung diplomatik Iran di Suriah. Peristiwa itu adalah serangan terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Serangan 1 April itu menewaskan 16 orang, termasuk dua jenderal Iran. Dua jenderal Iran itu adalah Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi dan perwira tinggi lainnya, Brigadir Jenderal Mohammad Hadi Haji Rahimi. Apa yang dilakukan oleh Israel adalah sebuah pelanggaran internasional yang membuat Iran merasa sangat harus membalas serangan Israel iru. Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan akan membalas serangan Israel terhadap konsulatnya di Suriah itu. Dia juga bertekad membuat rezim Zionis di Gaza Palestina segera bubar. Iran menekankan langkah penyerangan terhadap Israel merupakan pembelaan sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB, dan reaksi dari serangan berulang-ulang yang dilakukan Israel hingga menyebabkan pejabat militer Iran tewas.

Maka Iran pun meluncurkan gempuran udara ke Israel, pada Minggu (14/04) malam, yang mencakup 170 drone, 30 rudal jelajah, dan 110 rudal balistik. Sebuah serangan yang dahsyat. Maka dunia pun gelisah atas terkadinya serangan tersebut. Terbayangkan akan terjadi sebuah peperangan besar pasca Iran menyerang Israel. Bahkan dalam kegelisahan yang lebih besar, perseteruan Iran dan Israel itu bukan tak mungkin akan melahirkan perang dunia ke-3.

Hubungan antara Israel dan Iran sejatinya cukup baik sampai ketika Revolusi Islam yang dikomandoi Ayatollah merebut kekuasaan di Teheran pada 1979. Meski menentang rencana pembagian wilayah Palestina yang berujung pada berdirinya negara Israel pada 1948, Iran adalah negara Islam kedua yang mengakui pendirian Israel setelah Mesir. Ketika terjadi perang Iran-Irak, Israel menetapkan kakinya di sisi Iran.

Situasi tegang di antara Iran dan Israel ternyata bukan hanya melahirkan kegelisahan — bahkan ketakutan — tetapi juga memunculkan beberapa asumsi di balik situasi tegang tersebut. Asumi tersebut mulai dari soal politik hingga agama. Semua asumsi tersebut memiliki argumentasi kuat, yang kadang bisa diterima secara logis.

Salah satu asumsi menarik adalah tentang persekutuan AS, Iran dan Israel, yang membuat ketegangam antara Iran dan Israel hanya dianggap sebuah drama politik. Sehingga sebenarnya apa yang dilakukan oleh Israel terhadap Iran dan juga sebaliknya, sama sekali tak ada hubungan dengan perang Hamas dan Israel. Singkatnya, apa yang dilakukan oleh Israel bukanlah memiliki latar belakang mereka mereka dengan Hamas atau Palestina, demikian pula apa yang dilakukan oleh Iran sama sekali tak berhubungan dengan perjuangan rakyat Palestina melawan Israel. Perang antara Palestina dan Israel telah berlangsung lebih dari 6 bulan dan Iran hanya diam, Iran baru bereaksi manakala fasilitas diplomatiknya diganggu oleh Israel.

Namun ada yang tak peduli dengan alasan Iran menyerang Israel. Bagi mereka yang paling penting cuma satu: Israel hancur, oleh apa pun, oleh siapa pun. Ternasuk tak peduli jika Iran adalah penganut syiah. Padahal, isyu syiah-suni adalah isyu paling kuat di kalangan Islam, termasuk di Timur Tengah. Isyu syiah dan suni itulah yang menjadi salah satu unsur penyebab dari kurang solidnya negara-negara di Timur Tengah.

Konflik Syi’ah-Sunni merupakah salah satu konflik etnik yang sudah berlangsung selama empat belas abad. Konflik inilah yang juga turut mewarnai dinamika politik di kawasan Timur Tengah sampai hari ini. Dalam sejarahnya, dua mazhab dalam Islam, Syi’ah-Sunni telah menciptakan ketegangan, gejolak politik, dan ketidakharmonisan hubungan antar negara karena perbedaan pandangan keduanya. Sebagai golongan mayoritas, Sunni selalu menganggap bahwa Syi’ah merupakan golongan yang salah, pun demikian sebaliknya.

Isyu syiah-suni itu pula yang diangkat oleh media-media pro Israel, dengan tujuan agar serangan yang dilakukan oleh Iran ke Israel tidak memperoleh dukungan negara-negara Islam, terutama di kawasan Timur Tengah. Apakah Israel sebenarnya memiliki ‘ketakutan’ terhadap Iran? Bisa ya, bisa pula tidak. Secara kekuatan militer, Israel memang kalah oleh Iran. Melansir dari Global Firepower, Iran berada di peringkat 14 dari 145 dalam kekuatan militer pada 2024 dengan Power Index 0,2269. Sementara Israel menduduki peringkat ke-18. Kekuatan negara Yahudi ini rupanya masih di bawah beberapa negara mayoritas Muslim. Namun harus pula diakui bahwa Israel tak memiliki ketakutan terhadap negara mana pun, jika mengingat bahwa Israel selalu dilindungi oleh AS dan sekutunya.

Sampai kapankah konflik Iran-Israel ini akan menemukan ujungnya? Sulit dijawab pastinya. Terlebih setelah Rusia, Cina dan Korea Utara telah berdiri tegak meneriakkan semangat untuk membela Iran. Pun demikian dengan AS dan para sekutunya yang berbaris rapih di sisi Israel. Konflik akan memiliki potensi meluas secara geografis, dan efek potensi itulah yang dikhawatirkan: perang dunia ke-3. M.Zarkasih/ mantan Atpol/ Pelaksana Fungsi Politik khusus KBRI Amman Jordania 2017- 2019 ( Jurdania , Palestina ,Lebanon, Syria,Irak dan Iran)

Red”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *