Oleh : Dede Farhan Aulawi
Pentingnya pengawasan komisaris perusahaan terletak pada fungsi utamanya untuk memastikan perusahaan dikelola sesuai kepentingan pemegang saham dan peraturan, meningkatkan nilai serta keberlanjutan perusahaan melalui penerapan prinsip tata kelola yang baik (GCG), dan menciptakan transparansi serta akuntabilitas. Komisaris berperan memberikan nasihat strategis dan mengawasi kinerja direksi, sehingga mampu mengantisipasi risiko, melindungi kepentingan stakeholder, dan memastikan perusahaan tidak kehilangan arah.
Oleh karenanya, berbagai upaya strategis terkait peningkatan pengawasan oleh komisaris di BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sangat penting untuk memastikan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja perusahaan berjalan sesuai dengan tujuan korporasi dan kepentingan negara. Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan komisaris di BUMN tersebut, yaitu :
Pertama, Penguatan Peran dan Fungsi Dewan Komisaris. Klarifikasi tugas dan tanggung jawab melalui penjabaran yang jelas antara fungsi pengawasan (komisaris) dan fungsi pengelolaan (direksi). Mekanisme evaluasi berkala dimana Komisaris perlu secara rutin mengevaluasi kinerja direksi berdasarkan KPI yang telah ditentukan. Juga pembentukan komite pendukung seperti Komite Audit, Komite Nominasi dan Remunerasi, Komite GCG, dan lain – lain.
Kedua, Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Komisaris. Disinilah pentingnya seleksi berbasis kompetensi dan integritas. Proses penunjukan komisaris sebaiknya transparan dan berdasarkan keahlian, bukan berlabel politik. Pelatihan berkelanjutan juga penting, termasuk pelatihan tentang GCG (Good Corporate Governance), manajemen risiko, audit, dan sebagainya. Bahkan sertifikasi komisaris guna mendorong penerapan standar kompetensi nasional atau internasional bagi komisaris.
Ketiga, Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang meliputi :
– Transparansi : Komisaris harus mendorong transparansi dalam laporan keuangan dan operasional.
– Akuntabilitas : Menetapkan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas bagi manajemen.
– Independensi : Memastikan komisaris independen bebas dari konflik kepentingan.
Keempat, Pemanfaatan Teknologi dan Data Analytics. Dashboard kinerja real-time, agar bisa mengakses data dan KPI secara langsung untuk pengawasan lebih efektif. Termasuk audit digital dan forensik data untuk mendeteksi dini penyimpangan atau potensi fraud.
Kelima, Rapat dan Komunikasi yang Efektif. Rapat dewan berkala dan ad-hoc guna menyesuaikan dengan dinamika strategis BUMN. Tidak lupa notulensi dan tindak lanjut. Dokumentasi yang akurat untuk monitoring eksekusi hasil rapat.
Keenam, Kolaborasi dengan Kementerian BUMN dan Institusi Lain. Sinkronisasi kebijakan dan pengawasan bersama Kementerian BUMN, BPK, BPKP, dan OJK. Audit eksternal dan internal juga harus kuat, dan Komisaris harus mendorong tindak lanjut hasil audit.
Ketujuh, Whistleblowing System (WBS) dan Saluran Pelaporan. Mendorong budaya pelaporan pelanggaran melalui sistem WBS yang aman dan rahasia. Tindak lanjut laporan secara profesional, dimana Komisaris perlu memastikan bahwa setiap laporan ditindaklanjuti secara obyektif.
Kedelapan, Penggunaan Key Performance Indicator (KPI) yang Relevan. Penilaian berbasis kinerja objektif, KPI yang sesuai dengan karakteristik dan misi BUMN. KPI komisaris juga perlu dievaluasi untuk menjamin kontribusi mereka terhadap pengawasan.
Contoh Implementasi Nyata misalnya bisa dilihat pada BUMN seperti Bank Mandiri dan Pertamina yang sudah menerapkan komite-komite di bawah dewan komisaris untuk meningkatkan pengawasan dan memastikan tata kelola yang baik. Penggunaan enterprise risk management (ERM) juga sudah mulai diperkuat oleh komisaris di BUMN strategis. Juga sudah berjalan, selanjutnya adalah pengawasan konsistensi terhadap ketaatan semua rambu – rambu dalam pengelolaan perusahaan secara profesional.
Red”